Senin, 08 Juli 2024

Masjid Tua Tosora: Saksi Sejarah Islamisasi dan Warisan Budaya Kerajaan Wajo

Masjid Tua Tosora merupakan saksi bisu perkembangan Islam di tanah Wajo, Sulawesi Selatan. Dibangun pada tahun 1621 atas perintah Arung Matowa Wajo XV La Pakallongi To Allinrungi yang memerintah pada periode 1621-1626, masjid ini menjadi masjid raya pertama yang didirikan di wilayah Kerajaan Wajo [1][2].

Pembangunan Masjid Tua Tosora menandai babak penting dalam sejarah Islamiasi di Kerajaan Wajo. Meskipun Islam telah masuk ke wilayah ini beberapa tahun sebelumnya, dengan La Sangkuru Patau' Mulajaji (Arung Matowa XII, 1607-1610) tercatat sebagai penguasa Wajo pertama yang memeluk Islam, pembangunan masjid ini menjadi simbol konkret penerimaan dan penyebaran agama Islam di kalangan elit kerajaan dan masyarakat Wajo secara lebih luas [1][5].

Peresmian Masjid Tua Tosora menjadi peristiwa yang istimewa, ditandai dengan kehadiran para pemimpin kerajaan tetangga. Tercatat bahwa Raja Gowa Sultan Alauddin, Raja Bone La Tenripale, dan Datu' Soppeng We Adang turut hadir dalam acara peresmian tersebut. Kehadiran para pemimpin ini menunjukkan pentingnya pembangunan masjid ini dalam konteks politik dan keagamaan di Sulawesi Selatan pada masa itu [1][5].

Tosora sendiri memiliki peran penting dalam sejarah Kerajaan Wajo. Diyakini sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Wajo pada masa lampau, Tosora menjadi lokasi strategis bagi perkembangan Islam di wilayah tersebut [3]. Sebelum menjadi pusat pemerintahan, Tosora diperkirakan telah menjadi bandar dagang yang ramai sejak sekitar tahun 1396-1399, masih di bawah kekuasaan Kerajaan Cinnongtabi' [6].

Keberadaan Masjid Tua Tosora juga terkait erat dengan kedatangan Syeikh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini, yang diyakini sebagai cucu ke-19 Nabi Muhammad SAW. Beliau tiba di Tosora sekitar tahun 1320, yang dianggap sebagai awal masuknya Islam di Sulawesi Selatan. Makam Syeikh Jamaluddin berada di kompleks Masjid Tua Tosora, menambah nilai spiritual dan historis dari situs ini [2][6].

Meskipun kini hanya tersisa puing-puingnya, Masjid Tua Tosora tetap menjadi bukti penting dari kejayaan Islam di tanah Wajo dan simbol penting dalam narasi sejarah dan identitas masyarakat Wajo. Situs ini tidak hanya mencerminkan perkembangan agama Islam, tetapi juga menjadi saksi transformasi sosial dan budaya masyarakat Wajo yang secara bertahap mengadopsi nilai-nilai dan praktik Islam ke dalam kehidupan sehari-hari mereka [1][5].

Masjid ini awalnya memiliki struktur yang utuh dan megah, namun sebagian besar bangunannya runtuh akibat serangan penjajah. Saat ini, yang tersisa dari masjid bersejarah ini hanyalah mihrab (dinding kiblat) dan beberapa makam di sekitarnya [8][9]. Meskipun demikian, sisa-sisa bangunan ini masih menyimpan jejak keagungan arsitektur masa lalu.

Salah satu keunikan Masjid Tua Tosora terletak pada teknik konstruksinya. Dinding masjid terbuat dari batu alam yang disusun dan direkatkan menggunakan putih telur [8]. Penggunaan putih telur sebagai perekat merupakan teknik kuno yang menunjukkan keahlian dan kreativitas para pembangunnya pada masa itu.

Dari segi ukuran, masjid ini memiliki denah berbentuk bujur sangkar dengan dimensi yang cukup besar. Ukuran dasarnya adalah 18,20 x 15,90 meter, dengan tinggi tembok mencapai 3,70 meter dan ketebalan tembok 53 cm [8][9]. Dimensi ini menunjukkan bahwa masjid ini dirancang untuk menampung jumlah jamaah yang cukup besar, sesuai dengan fungsinya sebagai masjid raya pertama di Kerajaan Wajo.

Lokasi Masjid Tua Tosora juga memiliki signifikansi tersendiri. Masjid ini dibangun di atas tanah berbukit dengan ketinggian 30,6 meter di atas permukaan laut [9]. Pemilihan lokasi yang tinggi ini mungkin memiliki makna simbolis sekaligus praktis, memberikan visibilitas yang baik dan mungkin juga berperan dalam pertahanan.

Meskipun kondisi fisiknya kini jauh dari bentuk aslinya, Masjid Tua Tosora tetap menjadi situs penting yang menarik minat banyak pengunjung. Pemerintah setempat telah melakukan upaya pelestarian dengan membangun atap pelindung di atas reruntuhan masjid [3]. Langkah ini bertujuan untuk melindungi sisa-sisa bangunan dari kerusakan lebih lanjut akibat cuaca dan faktor lingkungan lainnya.

Selain mihrab dan dinding yang tersisa, kompleks Masjid Tua Tosora juga mencakup beberapa makam bersejarah. Salah satu yang paling signifikan adalah makam Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini, yang diyakini sebagai cucu ke-19 Nabi Muhammad SAW [3]. Keberadaan makam ini menambah nilai spiritual dan historis dari situs Masjid Tua Tosora.

Meskipun telah mengalami kerusakan yang signifikan, arsitektur dan kondisi fisik Masjid Tua Tosora tetap menjadi bukti penting dari sejarah Islam di Sulawesi Selatan. Sisa-sisa bangunan ini terus menarik perhatian peneliti, sejarawan, dan wisatawan yang ingin mempelajari dan menghargai warisan budaya dan spiritual yang kaya dari wilayah ini.

Kompleks Masjid Tua Tosora di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, telah berkembang menjadi destinasi wisata religi yang semakin populer dan ramai dikunjungi. Daya tarik utama kompleks ini tidak hanya terletak pada nilai sejarahnya yang tinggi, tetapi juga pada berbagai elemen spiritual dan budaya yang memperkaya pengalaman pengunjung.

Salah satu magnet utama kompleks ini adalah keberadaan makam tokoh penting, yaitu Syeikh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini, yang diyakini sebagai cucu ke-19 Nabi Muhammad SAW. Makam ini menjadi pusat ziarah bagi banyak peziarah dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri seperti Malaysia dan Singapura [10]. Kehadiran makam ini menambah dimensi spiritual yang kuat pada kompleks Masjid Tua Tosora, menjadikannya tempat yang signifikan bagi umat Islam untuk mencari berkah dan melakukan refleksi spiritual.

Selain nilai religiusnya, kompleks ini juga menawarkan daya tarik unik berupa mata air yang diyakini memiliki khasiat kesehatan. Klaim ini bukan sekadar kepercayaan lokal, tetapi telah mendapat dukungan ilmiah melalui penelitian laboratorium dari Universitas Hasanuddin Makassar [2][14]. Keberadaan mata air ini menambah daya tarik kompleks sebagai destinasi yang tidak hanya menawarkan pengalaman spiritual, tetapi juga potensi manfaat kesehatan bagi pengunjungnya.

Untuk memperkaya pengalaman wisatawan dan melestarikan warisan budaya lokal, Pemerintah Desa Tosora telah menetapkan sebuah acara tahunan yang disebut Pekan Budaya Wanua Tosora. Event ini diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 22-27 September [10]. Pekan Budaya ini menjadi ajang untuk memamerkan kekayaan budaya dan tradisi Wajo, sekaligus menjadi magnet untuk menarik lebih banyak pengunjung ke kompleks Masjid Tua Tosora.

Selain Pekan Budaya, pemerintah desa juga mengadakan kegiatan tahunan berupa Maulid & Haul Sayyid Jamaluddin Akbar Husein yang jatuh pada minggu terakhir bulan Rabiul Awal setiap tahunnya [10]. Acara ini semakin memperkuat posisi kompleks Masjid Tua Tosora sebagai pusat kegiatan religi dan budaya di wilayah tersebut.

Daya tarik wisata religi kompleks Masjid Tua Tosora tidak hanya terbatas pada komunitas Muslim. Tempat ini juga menarik minat tokoh-tokoh lintas agama, seperti yang terlihat dari kunjungan Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulsel beserta para pengurus lintas agama lainnya [13][14]. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks ini telah menjadi simbol toleransi dan harmoni antar umat beragama di wilayah tersebut.

Pemerintah setempat telah menyadari potensi besar kompleks ini sebagai destinasi wisata religi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan situs ini, termasuk pembangunan atap pelindung untuk melindungi reruntuhan masjid dari kerusakan lebih lanjut [13][14]. Upaya-upaya ini diharapkan dapat semakin meningkatkan daya tarik kompleks Masjid Tua Tosora sebagai destinasi wisata religi yang penting di Sulawesi Selatan.

Dengan kombinasi nilai sejarah, spiritual, kesehatan, dan budaya, kompleks Masjid Tua Tosora terus berkembang sebagai destinasi wisata religi yang menawarkan pengalaman holistik bagi para pengunjungnya. Keberadaannya tidak hanya memperkaya lanskap wisata di Kabupaten Wajo, tetapi juga berperan penting dalam melestarikan warisan budaya dan spiritual masyarakat setempat.

Pemerintah Kabupaten Wajo telah mengambil langkah signifikan dalam upaya pelestarian Masjid Tua Tosora dengan mendirikan bangunan pelindung di atas situs bersejarah ini. Pada awal tahun 2022, Bupati Wajo meresmikan bangunan pelindung tersebut, yang bertujuan untuk melindungi reruntuhan masjid dari kerusakan lebih lanjut akibat faktor cuaca dan lingkungan [15]. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam melestarikan warisan budaya yang memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi.

Bangunan pelindung ini dirancang dengan mempertimbangkan aspek konservasi dan estetika. Struktur ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung fisik bagi sisa-sisa masjid, tetapi juga dirancang untuk mempertahankan kesan visual dan atmosfer historis dari situs tersebut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pengunjung masih dapat merasakan aura sejarah dan spiritualitas dari Masjid Tua Tosora.

Selain pembangunan struktur pelindung, Masjid Tua Tosora telah secara resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Status ini memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap situs bersejarah ini. Penetapan sebagai Cagar Budaya mengandung konsekuensi bahwa setiap upaya pengembangan atau perubahan pada situs harus melalui prosedur yang ketat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menjaga keaslian dan nilai sejarahnya.

Perlindungan hukum ini juga berarti bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk mengalokasikan sumber daya untuk pemeliharaan dan pelestarian situs. Hal ini mencakup tidak hanya pemeliharaan fisik, tetapi juga upaya-upaya untuk mempromosikan dan mengedukasi masyarakat tentang nilai penting dari Masjid Tua Tosora.

Upaya pelestarian ini juga sejalan dengan potensi pengembangan wisata halal di kawasan Kota Tua Tosora [16]. Dengan melestarikan situs bersejarah ini, pemerintah tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan ekonomi melalui sektor pariwisata yang berkelanjutan.

Lebih jauh lagi, upaya pelestarian ini juga mencakup penelitian dan dokumentasi sejarah Masjid Tua Tosora. Kisah tentang pendiriannya oleh cucu Rasulullah SAW, Syeikh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini, menjadi bagian penting dari narasi sejarah yang perlu dilestarikan dan disampaikan kepada generasi mendatang [2].

Dengan berbagai upaya pelestarian ini, Pemerintah Kabupaten Wajo menunjukkan komitmen yang kuat untuk menjaga dan melindungi Masjid Tua Tosora sebagai aset sejarah dan budaya yang berharga. Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan struktur fisik masjid, tetapi juga untuk melestarikan nilai-nilai sejarah, spiritual, dan budaya yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat terus menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran bagi generasi mendatang.

Keberadaan Masjid Tua Tosora merupakan bukti konkret masuknya Islam ke wilayah Sulawesi Selatan. Meskipun Islam diperkirakan telah masuk ke wilayah ini sejak abad ke-13 melalui kedatangan Syeikh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini, pembangunan masjid ini menandai era baru dimana Islam mulai diterima secara luas oleh elit kerajaan dan masyarakat Wajo [1][17].

Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat penyebaran agama Islam dan pembelajaran ilmu-ilmu keislaman di Kerajaan Wajo. Peresmian Masjid Tua Tosora menjadi peristiwa penting yang dihadiri oleh para pemimpin kerajaan tetangga, termasuk Raja Gowa Sultan Alauddin, Raja Bone La Tenripale, dan Datu' Soppeng We Adang. Kehadiran mereka menunjukkan pentingnya pembangunan masjid ini dalam konteks politik dan keagamaan di Sulawesi Selatan pada masa itu [1].

Signifikansi Masjid Tua Tosora semakin diperkuat dengan keberadaan makam Syeikh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini di kompleks masjid. Syeikh Jamaluddin, yang diyakini sebagai cucu ke-19 Nabi Muhammad SAW, memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Kehadirannya di Tosora sekitar tahun 1320 dianggap sebagai awal masuknya Islam di Sulawesi Selatan [17][18].

Tosora sendiri, tempat dimana masjid ini berdiri, memiliki peran strategis dalam sejarah Kerajaan Wajo. Diyakini sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Wajo pada masa lampau, Tosora menjadi lokasi penting bagi perkembangan Islam dan kebudayaan di wilayah tersebut. Banyaknya bukti arkeologis seperti Masjid Tua, makam Waliyullah, gudang amunisi, bekas benteng pertahanan, dan pelabuhan menegaskan peran penting Tosora dalam sejarah Kerajaan Wajo [17].

Keberadaan Masjid Tua Tosora dan makam Syeikh Jamaluddin tidak hanya menjadi bukti fisik, tetapi juga simbol spiritual yang kuat bagi masyarakat Wajo dan Sulawesi Selatan secara umum. Situs ini menjadi pusat ziarah yang ramai dikunjungi, menarik peziarah tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri seperti Malaysia dan Singapura [19].

Meskipun kini hanya tersisa puing-puingnya, Masjid Tua Tosora tetap menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban dan spiritualitas di Sulawesi Selatan. Upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah setempat, termasuk pembangunan atap pelindung dan penetapannya sebagai Cagar Budaya, menunjukkan kesadaran akan pentingnya situs ini bagi identitas dan warisan budaya masyarakat Wajo [11][19].

Dengan demikian, Masjid Tua Tosora dan kompleksnya tidak hanya menjadi bukti fisik penyebaran Islam di Sulawesi, tetapi juga menjadi simbol penting dalam narasi sejarah, spiritualitas, dan identitas masyarakat Wajo hingga saat ini. Keberadaannya terus menginspirasi dan menjadi sumber pembelajaran bagi generasi mendatang tentang sejarah Islam dan peradaban di Sulawesi Selatan.

 

Referensi:

[1] https://www.pinisi.co.id/masjid-tua-tosora-saksi-bisu-perkembangan-islam-di-tanah-wajo/

[2] https://www.liputan6.com/islami/read/5197893/kisah-masjid-tua-tosora-wajo-yang-didirikan-cucu-rasulullah-saw-di-sulsel

[3] https://harian.fajar.co.id/2023/08/18/tosora-syekh-jamaluddin-dan-peninggalan-masjid-tua-sebuah-selayang-pandang/

[4] https://walennae.unhas.ac.id/index.php/walennae/article/view/237

[5] https://sulsel.idntimes.com/life/education/ahmad-hidayat-alsair/masjid-tua-tosora-saksi-bisu-perkembangan-islam-di-tanah-wajo

[6] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/27236/1/40200118098%20TITA%20IRSANI%20DAMAYANTI.pdf

[7] https://core.ac.uk/download/pdf/25494153.pdf

[8] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/27236/1/40200118098%20TITA%20IRSANI%20DAMAYANTI.pdf

[9] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/25179/1/AMHARDIANTI_80100219054.pdf

[10] https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/masjid_tua_tosora__makam_assheyck_jamaluddin_akbar_husein__keturunan_rasullullah_ke20

[11] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/27236/1/40200118098%20TITA%20IRSANI%20DAMAYANTI.pdf

[12] https://wajokab.go.id/berita/detail/buka-pekan-budaya-di-tosora-amran-ini-harus-terus-dilestarikan

[13] https://pedoman.media/read/15809/cerita-masjid-tua-tosora-wajo-ada-mata-air-sehat-dikunjungi-tokoh-lintas-agama

[14] https://makassar.antaranews.com/berita/459627/masjid-tua-tosora-di-majauleng-wajo-ramai-dikunjungi-wisatawan-hingga-tokoh-agama

[15] https://lintascelebes.com/2022/01/08/peresmian-bangunan-pelindung-masjid-tua-tosora-bupati-wajo-ini-upaya-lindungi-cagar-budaya/

[16] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/12543/

[17] https://katasulsel.com/2024/03/06/jejak-sejarah-masjid-tua-tosora-simbol-keislaman-dan-kebudayaan-di-wajo-sulawesi-selatan/

[18] https://asadiyahpusat.org/2015/02/10/sejarah-masuknya-islam-di-wajo/

[19] https://www.beritasatu.com/nusantara/2803530/masjid-tosora-di-wajo-jadi-saksi-perjalanan-keislaman-di-sulawesi-selatan