Makam La Salewangeng To Tenri Ruwa, Arung Matoa Wajo ke-XXX (1711–1715), merupakan situs cagar budaya yang merepresentasikan ketangguhan politik dan ekonomi Kerajaan Wajo pasca-Perang Tosora. Artikel ini menganalisis upaya pemanfaatan situs tersebut sebagai warisan budaya berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, dengan fokus pada nilai sejarah, tantangan konservasi, dan strategi pengembangan berbasis komunitas.
Profil Historis Makam La Salewangeng To
Tenri Ruwa
La Salewangeng To Tenri Ruwa adalah pemimpin yang memulihkan
Wajo dari keterpurukan pasca-kekalahan dalam Perang Tosora (1670). Berdasarkan
catatan lontaraʼ dan kunjungan situs
budaya di Wajo[1], ia dikenal sebagai:
1. Pembangun
Infrastruktur Ekonomi:
o Membangun sistem irigasi (salori’) untuk meningkatkan
produktivitas pertanian.
o Mendirikan gudang penyimpanan (geddonge) untuk komoditas perdagangan
seperti bubuk mesiu dan hasil panen.
2. Penggerak
Diaspora Wajo:
o Memanfaatkan jaringan diaspora Wajo di
Sumatra, Kalimantan, dan Asia Tenggara untuk menghidupkan kembali perdagangan.
Kompleks makamnya terletak di Kecamatan Majauleng, menjadi
simbol kebangkitan Wajo setelah perang.
Nilai Budaya dan Kriteria Cagar Budaya
1. Nilai Sejarah (Pasal 5 UU No.
11/2010)
·
Usia: Makam berusia >300 tahun, memenuhi syarat minimal 50
tahun.
·
Peran Pemimpin: La Salewangeng mengubah Wajo dari wilayah terpuruk menjadi
pusat perdagangan strategis di Sulawesi abad ke-18[1].
2. Nilai Arsitektur
·
Desain Nisan: Menggunakan meriam bekas perang dan batu alam, mirip
dengan kompleks makam La Tenri Ruwa di Bantaeng[2][3].
·
Tata Letak: Hierarki makam bangsawan mencerminkan struktur sosial
Kerajaan Wajo.
3. Fungsi Sosial
·
Wisata Edukasi: Dikunjungi pelajar dan akademisi dalam kegiatan Kemah Budaya untuk mempelajari kearifan
lokal[1].
·
Ziarah Budaya: Masyarakat berziarah pada momen tertentu sebagai bentuk
penghormatan.
Tantangan Pemanfaatan
1. Kerusakan
Fisik:
o Erosi pada nisan kayu dan batu akibat
cuaca tropis, mirip dengan masalah di Makam La Tenri Ruwa Bantaeng[4][5].
o Aktivitas pertanian di sekitar situs
yang mengancam struktur tanah.
2. Minimnya
Edukasi:
o Tidak ada papan informasi yang
menjelaskan sejarah makam, mengandalkan narasi lisan.
3. Keterbatasan
Regulasi:
o Belum ada Perda Kabupaten Wajo yang
secara spesifik mengalokasikan dana untuk konservasi.
Strategi Pemanfaatan Berkelanjutan
1. Konservasi Partisipatif
·
Pelibatan Masyarakat Adat: Melatih warga setempat dalam teknik
perawatan nisan berbahan kayu, mengadopsi metode yang digunakan di Bantaeng[6].
·
Revitalisasi Fisik: Memperbaiki jalan akses dan memasang
pencahayaan untuk meningkatkan kunjungan, seperti inisiatif Polres Bantaeng[6].
2. Penguatan Edukasi
·
Papan Informasi Bilingual: Menyajikan narasi sejarah dalam
bahasa Indonesia dan Bugis.
·
Integrasi Kurikulum Sekolah: Memasukkan kisah La Salewangeng dalam
mata pelajaran sejarah lokal.
3. Pengembangan Wisata Terpadu
·
Paket Tur Sejarah: Menggabungkan kunjungan ke makam
dengan situs lain seperti Geddonge
(gudang persenjataan) dan Masjid Tua Tosora.
·
Festival Budaya Tahunan: Menyelenggarakan acara bertema
sejarah Wajo untuk menarik wisatawan.
Rekomendasi Kebijakan
1. Perda
Pelestarian Cagar Budaya:
o Menetapkan zona inti dan penyangga
sekitar makam.
o Mengalokasikan anggaran khusus untuk
pemeliharaan rutin.
2. Kolaborasi
Lintas Daerah:
o Berbagi pengalaman dengan pengelola
Makam La Tenri Ruwa di Bantaeng yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya
nasional[7].
Penutup
Makam La Salewangeng To Tenri Ruwa memiliki potensi besar
sebagai sumber edukasi dan penguatan identitas budaya Wajo. Namun,
pemanfaatannya memerlukan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
Dengan pendekatan holistik, situs ini dapat menjadi contoh sukses pelestarian
cagar budaya berbasis komunitas di Sulawesi Selatan.
Referensi
1.
https://www.hipermawakoppnup.org/2020/02/kunjungan-situs-budaya.html
2.
https://id.wikipedia.org/wiki/Makam_La_Tenri_Ruwa
3.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Makam_La_Tenri_Ruwa
4.
http://repository.unhas.ac.id/24372/2/F071181301_skripsi_16-09-2022
1-2.pdf
5.
https://borobudur.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalkonservasicagarbudaya/article/view/327
6.
https://beritaglobal-indonesia.com/2024/04/18/polres-bantaeng-akan-revitalisasi-4-makam-di-taman-purbakala-la-tenri-ruwa/
7.
https://makassar.tribunnews.com/2017/05/10/taman-purbakala-bantaeng-saksi-bisu-sejarah-la-tenri-ruwa-dan-raja-raja-di-butta-toa