Selasa, 18 Juni 2024

Madagaskar: Surga Keanekaragaman Hayati di Tengah Kemiskinan yang Mencekam

Madagaskar, sebuah pulau besar yang terletak di lepas pantai timur Afrika, adalah simfoni alam yang penuh dengan keajaiban dan paradoks. Dengan luas lebih dari 587.000 km², Madagaskar adalah pulau terbesar keempat di dunia yang dikenal dengan keragaman hayati yang memukau serta budaya yang sangat kaya. Namun, di balik keindahan alamnya, pulau ini juga menyimpan cerita kemiskinan yang mencekam serta tantangan hidup yang sangat berat. Inilah kisah tentang keindahan dan penderitaan yang berjalan beriringan di Madagaskar.

Keajaiban Alam Madagaskar

Madagaskar adalah rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa, sebuah tempat di mana kehidupan berkembang dengan cara yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Dari hutan hujan tropis yang lebat hingga padang rumput yang luas, pulau ini adalah kanvas alam yang penuh warna dan kehidupan. Dengan kekayaan flora dan fauna yang dimilikinya, Madagaskar dikenal sebagai laboratorium alam.

Lemur, hewan primata yang menjadi ikon Madagaskar, berayun di antara pepohonan dan menunjukkan keragaman spesies yang membuat para ilmuwan terpesona. Dengan lebih dari 100 spesies lemur, pulau ini mencatat evolusi yang menakjubkan. Masing-masing lemur memiliki karakteristik tersendiri, mulai dari lemur tikus yang kecil hingga lemur Indri yang besar dan memiliki suara panggilan paling nyaring.

Selain lemur, Madagaskar juga dikenal dengan kameleonnya yang memiliki kemampuan kamuflase yang menakjubkan, burung langka dengan bulu-bulu yang mencolok, dan tumbuhan aneh yang tidak ditemukan di tempat lain. Lanskap Madagaskar adalah pemandangan yang memesona, dari pantai berpasir putih yang tidak terjamah hingga pegunungan yang menjulang tinggi. Tsingy de Bemaraha dengan formasi batu kapurnya yang tajam adalah pemandangan yang menggugah adrenalin. Formasi ini, yang diakui sebagai situs warisan dunia UNESCO, serupa labirin raksasa yang menantang para penjelajah.

Kekayaan Budaya yang Beragam

Madagaskar juga kaya akan budaya yang beragam dan bersejarah. Musik tradisional yang melodis dan upacara adat yang unik, seperti Famadihana atau "penggalian kembali jenazah leluhur," menunjukkan tingkat penghormatan yang mendalam terhadap keluarga dan sejarah. Upacara ini melibatkan penggalian kembali jenazah leluhur untuk merayakan kehidupan mereka, menunjukkan betapa pentingnya hubungan keluarga dalam budaya Malagasy.

Kemiskinan yang Mencekam

Namun, di tengah kekayaan alam dan budaya ini, kehidupan sehari-hari banyak warga Madagaskar justru dipenuhi dengan kesulitan yang mencekam. Lebih dari 75% penduduk Madagaskar hidup di bawah garis kemiskinan. Saat ini, sebanyak 80,7% penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari $2,15 per hari, yang berarti lebih dari tiga perempat dari 30,3 juta penduduk hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Kekurangan gizi kronis mempengaruhi hampir separuh anak-anak berusia kurang dari lima tahun, dengan terhambatnya pertumbuhan menjadi perhatian utama. Kemiskinan ekstrem di pulau ini mendorong anak-anak untuk menjadi pekerja anak. Sekitar 43% anak-anak di Madagaskar atau sekitar separuh penduduk berusia di bawah 15 tahun ikut serta dalam berbagai pekerjaan, banyak dari mereka yang bekerja dibandingkan bersekolah. Akibatnya, sebanyak 33% dari total penduduk Madagaskar masih buta huruf, dengan persentase tertinggi adalah perempuan yang mencapai hampir 40%.

Infrastruktur yang Buruk

Infrastruktur Madagaskar yang buruk berdampak negatif terhadap perekonomiannya. Dari lebih dari 49.827 km jalan yang dimiliki pulau ini, hanya sekitar 11% yang telah diaspal. Banyak dari jalan-jalan ini menjadi tidak mungkin untuk dilalui selama musim hujan. Di sisi lain, banyak desa terpencil di Madagaskar yang bahkan tidak memiliki akses air bersih. Kelangkaan air dan sanitasi masih menjadi masalah yang sangat serius di pulau ini. Di Madagaskar selatan, misalnya, sebanyak 90% rumah tidak memiliki kebutuhan sanitasi dasar, sehingga buang air besar di sembarang tempat adalah hal yang cukup umum, yang kemudian menimbulkan penyakit yang mudah ditularkan melalui air.

Tantangan dan Harapan

Kemelut di Madagaskar masih ditambah dengan masalah deforestasi, pembakaran hutan, serta eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, yang menambah beban ekonomi dan lingkungan. Namun, di tengah penderitaan dan tantangan, semangat dan keberanian penduduk Madagaskar menjadi inspirasi untuk dunia.

Madagaskar adalah cerita tentang keunikan yang memesona dan perjuangan yang tidak kenal lelah. Pulau ini, dengan segala kekayaan alam dan budaya yang dimilikinya, adalah bukti bahwa di tengah keindahan alam, terdapat manusia yang berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Di tengah penderitaan dan tantangan, semangat dan keberanian penduduk Madagaskar menjadi inspirasi untuk dunia.


Sumber:

[1] https://www.kew.org/read-and-watch/madagascars-extraordinary-biodiversity

[2] https://catalyst.independent.org/2023/06/05/poverty-of-madagascar/

[3] https://dicf.unepgrid.ch/madagascar/biodiversity

[4] https://www.borgenmagazine.com/infrastructure-in-madagascar/

[5] https://madagascartripsandpics.com/discover-the-hidden-wonders-of-madagascar-for-an-unforgettable-voyage/

[6] https://en.wikipedia.org/wiki/Culture_of_Madagascar

[7] https://travel.allwomenstalk.com/natural-wonders-of-madagascar-for-eco-tourists/

[8] https://lemur.duke.edu/8-20-ll1/

[9] https://www.biofin.org/madagascar

[10] https://www.science.org/doi/10.1126/science.adf1466

[11] https://www.bmz.de/en/countries/madagascar/social-situation-52390

[12] https://www.responsibletravel.com/holidays/madagascar/travel-guide/culture-and-traditions

[13] https://onlyone.africa/natural-wonders-of-madagascar-forests-beaches-and-unique-species/

[14] https://civil-protection-humanitarian-aid.ec.europa.eu/news-stories/stories/madagascars-forgotten-crisis-poverty-and-hunger-front-line-climate-change_en

[15] https://blogs.worldbank.org/en/africacan/how-madagascar-can-break-vicious-cycle-poverty

[16] https://www.eib.org/en/stories/madagascar-climate-roads

[17] https://jenmansafaris.com/interesting-things-malagasy-culture/

[18] https://www.worldbank.org/en/country/madagascar/overview

[19] https://www.nairobiconvention.org/madagascar-country-profile/madagascar-biodiversity-2/

Rabu, 05 Juni 2024

Makam Besse Idalatikka

Makam Besse Idalatikka

Makam Besse Idalatikka merupakan sebuah kompleks makam kuno yang terletak di Dusun Leceng-Leceng, Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Kompleks ini berada di antara Danau Latalibolong dan Danau Seppengnge, dengan ketinggian sekitar 28,4 meter di atas permukaan laut. [1]

Nama "Besse Idalatikka" atau "Besse Dalatikka" diambil dari tokoh seorang putri bangsawan dalam tradisi lisan masyarakat setempat. Meskipun tidak ada catatan sejarah yang pasti mengenai identitas sebenarnya dari tokoh ini, namun keberadaan kompleks makam ini menjadi saksi bisu atas eksistensi sebuah kerajaan atau komunitas masyarakat terdahulu di wilayah tersebut. [1]

Deskripsi Kompleks Makam

Kompleks makam Besse Idalatikka terdiri dari dua area utama, yaitu area makam di bagian timur dan area makam di bagian barat. Area makam di bagian timur menampung sekitar 22 buah makam yang tersusun secara menumpuk. [1]

Nisan-nisan pada makam di area timur memiliki bentuk yang unik dan khas. Sebagian besar nisan berbentuk pipih cembung dari kayu yang dihiasi dengan motif suluran daun. Nisan-nisan ini ditancapkan di atas jirat berbentuk peti batu yang terbuat dari bahan batu andesit dan kayu ulin. [1]

Selain bentuk pipih cembung, terdapat pula nisan dengan bentuk lain seperti silinder berbentuk piala, silinder segi delapan, pipih berbentuk pedang, dan pipih berbentuk cembung.[1]

Sementara itu, area makam di bagian barat terdiri dari 31 buah makam yang tersebar secara tidak merata. Jirat pada makam-makam ini hanya berupa gundukan tanah, dengan sebagian besar nisan berbentuk menhir yang khas bagi budaya Wajo. [1]

Nilai Sejarah dan Budaya

Keberadaan kompleks makam Besse Idalatikka menjadi bukti nyata atas peradaban masa lalu di wilayah Wajo. Keunikan bentuk nisan dan jirat pada makam-makam ini mencerminkan kekayaan budaya dan seni ukir masyarakat Wajo pada masa itu. [1]

Selain itu, kompleks makam ini juga menjadi saksi bisu atas eksistensi sebuah kerajaan atau komunitas masyarakat terdahulu di wilayah tersebut. Meskipun identitas pasti dari tokoh Besse Idalatikka masih menjadi misteri, namun keberadaan kompleks makam ini menjadi warisan budaya yang sangat berharga bagi masyarakat Wajo dan Indonesia pada umumnya. [1]

Oleh karena itu, upaya pelestarian dan perlindungan terhadap kompleks makam Besse Idalatikka menjadi sangat penting. Kompleks ini tidak hanya menjadi destinasi wisata budaya, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan dan pembelajaran bagi generasi mendatang tentang sejarah dan peradaban masa lalu di wilayah Wajo. [1][2]


Catatan Disklaimer

Tulisan ini disusun berdasarkan berbagai sumber yang dapat diakses melalui internet maupun sumber lainnya. Setiap sumber yang digunakan akan dicantumkan dengan jelas.

Jika Anda menemukan kesalahan atau memiliki masukan lainnya, silakan berikan komentar agar kami dapat segera melakukan perbaikan yang diperlukan.


Referensi

[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Kompleks_Makam_Besse_Dalatikka

[2] https://repositori.kemdikbud.go.id/14564/1/Situs%20Tosora%20sebagai%20kawasan%20Cagar%20Budaya%20di%20Kab.%20Wajo.pdf

Kompleks Makam Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng, Cagar Budaya Kabupaten Wajo

Kompleks makam Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng terletak di Kota Sengkang, ibukota Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Lokasinya yang strategis, sekitar 200 meter arah selatan Lapangan Merdeka, menjadikannya salah satu situs bersejarah yang penting di daerah ini. Kompleks makam ini tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir Lamaddukkelleng, tetapi juga beberapa tokoh penting lainnya, termasuk Sultan Adji Muhammad Idris, Raja Kutai Kertanegara Ing Martadipura ke-14.

Sejarah dan Latar Belakang

Lamaddukkelleng, yang lahir sekitar tahun 1700 dan wafat pada tahun 1765, adalah seorang pahlawan nasional yang dikenal karena perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Ia adalah putra dari La Mataesso Arung Peneki dan We Tenri Ampa. Lamaddukkelleng dikenal sebagai seorang petualang dan pemimpin yang tangguh, yang menjelajahi berbagai wilayah di Nusantara, termasuk Pasir dan Kutai di Kalimantan Timur, serta Johor di Malaysia[4][5].

Sultan Adji Muhammad Idris, yang juga dimakamkan di kompleks ini, adalah menantu Lamaddukkelleng. Ia memerintah sebagai Sultan Kutai dari tahun 1732 hingga 1739 dan dikenal karena perjuangannya melawan kolonialisme Belanda. Sultan Adji Muhammad Idris meninggalkan tahtanya di Kutai untuk membantu mertuanya dalam perlawanan melawan Belanda di Wajo[1][2].

Struktur dan Arsitektur Makam

Kompleks makam ini terdiri dari lima makam dengan bentuk nisan yang berbeda-beda. Makam Lamaddukkelleng hanya berupa bongkahan batu yang diletakkan di atas makam, mencerminkan kesederhanaan dan keagungan seorang pahlawan. Makam Sultan Adji Muhammad Idris memiliki dinding batu yang ditinggikan dan nisannya berbentuk kelopak daun berukir, menunjukkan statusnya yang tinggi sebagai seorang raja[1][2].

Makam La Tombong To Massekutta, salah satu putra Lamaddukkelleng, memiliki nisan yang dibentuk menyerupai hulu keris (badik) berukir. Dua makam lainnya memiliki nisan berbentuk perisai dan segi empat, yang juga terbuat dari batu alam. Keseluruhan kompleks makam ini telah dilapisi marmer, menambah keindahan dan keanggunan situs bersejarah ini[1][2].

Pemugaran dan Perawatan

Kompleks makam ini telah mengalami pemugaran dengan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur. Pemugaran ini melibatkan penggunaan konstruksi atap tradisional Bugis, yang menambah nilai estetika dan budaya dari kompleks makam ini. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara memberikan bantuan sebesar Rp 400 juta untuk pemugaran ini, menunjukkan hubungan erat antara masyarakat Wajo dan Kutai Kartanegara yang telah terjalin sejak lama[1][2].

Signifikansi Budaya dan Sejarah

Kompleks makam Lamaddukkelleng tidak hanya penting sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai simbol persatuan dan perjuangan melawan penjajahan. Lamaddukkelleng dan Sultan Adji Muhammad Idris adalah contoh nyata dari semangat nasionalisme yang tinggi, yang rela berkorban demi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. Perjuangan mereka melawan Belanda di berbagai wilayah Nusantara menunjukkan keberanian dan kecerdasan dalam strategi perang dan diplomasi[4][5].

Lokasi dan Aksesibilitas

Kompleks makam ini terletak di tepi jalur utama Kota Sengkang, membuatnya mudah diakses oleh pengunjung. Lokasinya yang dekat dengan sejumlah kantor dinas dalam lingkup Pemkab Wajo dan diapit oleh bangunan perkantoran serta perumahan penduduk, menjadikannya selalu ramai dikunjungi. Dari kompleks makam ini, pengunjung dapat menikmati pemandangan indah pusat Kota Sengkang, termasuk Masjid Agung Ummul Qura yang menaranya dibangun di areal Lapangan Merdeka[1][2].

Penghargaan dan Pengakuan

Lamaddukkelleng diakui sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No.109/TK/1998 tanggal 6 November 1998. Pengakuan ini adalah bentuk penghargaan atas jasa-jasanya dalam melawan penjajahan dan memperjuangkan kemerdekaan. Meskipun Sultan Adji Muhammad Idris belum diakui secara resmi sebagai Pahlawan Nasional, perjuangannya yang lintas daerah melawan kolonialis Belanda menunjukkan sikap nasionalisme yang tinggi dan layak untuk dikenang dan dihargai[1][2].


Kompleks makam Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng adalah cagar budaya yang penting di Kabupaten Wajo. Situs ini tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir para pahlawan, tetapi juga simbol perjuangan dan persatuan bangsa. Dengan pemugaran yang telah dilakukan, kompleks makam ini kini menjadi lebih indah dan layak untuk dikunjungi, baik oleh masyarakat lokal maupun wisatawan. Melalui kunjungan ke situs ini, kita dapat mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.


Catatan Disklaimer

Tulisan ini disusun berdasarkan berbagai sumber yang dapat diakses melalui internet maupun sumber lainnya (youtube.com, jurnal ilmiah, web site dan lainnya). Setiap sumber yang digunakan akan dicantumkan dengan jelas.

Jika Anda menemukan kesalahan atau memiliki masukan lainnya, silakan berikan komentar agar kami dapat segera melakukan perbaikan yang diperlukan.


Sumber:

[1] https://www.kompasiana.com/mahajinoesa/550e6a0d8133118b2cbc63a8/makam-sultan-kutai-ke-14-ada-di-wajo-sulawesi-selatan

[2] https://penarakyat.com/melihat-lebih-dekat-kompleks-makam-lamadukkelleng-di-kota-sengkang/

[3] https://id.scribd.com/doc/94900554/SEJARAH-SINGKAT-LAMADDUKELLENG

[4] https://id.wikipedia.org/wiki/La_Maddukelleng

[5] https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-7053117/mengenal-la-maddukelleng-dan-kisah-perjuangannya-memerdekakan-kerajaan-wajo

Analisis Historis dan Dokumentasi Fisik Makam La Tenrilai Tosengngeng: Langkah Awal Pelestarian Cagar Budaya

 Analisis Historis dan Dokumentasi Fisik Makam La Tenrilai Tosengngeng:

Langkah Awal Pelestarian Cagar Budaya


Abstrak:

Penelitian ini berfokus pada analisis historis dan dokumentasi fisik makam La Tenrilai Tosengngeng, yang terletak di Sulawesi Selatan, sebagai langkah awal dalam proses pelestarian situs ini sebagai cagar budaya. Makam ini memiliki peranan penting dalam konteks sejarah dan budaya Sulawesi Selatan, mengingat perannya dalam memahami dinamika sosial, keagamaan, dan politik di wilayah tersebut. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan secara fisik dan menganalisis secara historis nilai sejarah, arsitektural, dan budaya yang terkandung dalam makam tersebut, serta memahami peranannya dalam konteks sosial dan religius masyarakat Sulawesi Selatan.

Dokumentasi fisik makam mengungkapkan arsitektur yang unik dengan penggunaan batu nisan yang diukir secara detail dan elemen dekoratif yang mencerminkan pengaruh estetika Islam. Analisis historis menunjukkan bahwa La Tenrilai Tosengngeng adalah tokoh penting dalam sejarah lokal, yang kontribusinya masih dihormati hingga hari ini. Makam ini sering dikunjungi untuk ziarah, menunjukkan pentingnya makam ini dalam praktik spiritual masyarakat.

Temuan penelitian ini menegaskan pentingnya makam La Tenrilai Tosengngeng sebagai situs warisan budaya yang perlu dilestarikan. Penelitian ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan dukungan terhadap pelestarian situs-situs bersejarah di Indonesia. Diharapkan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman dan pelestarian warisan budaya di Sulawesi Selatan.

Kata Kunci: Pelestarian Budaya, Dokumentasi Fisik, Analisis Historis, Cagar Budaya, Makam Bugis.

 

Latar Belakang

Makam La Tenrilai Tosengngeng memiliki peranan penting dalam konteks sejarah dan budaya Sulawesi Selatan, khususnya dalam memahami dinamika sosial, keagamaan, dan politik di wilayah ini. Makam ini tidak hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir tetapi juga sebagai simbol penghormatan terhadap tokoh-tokoh penting yang telah memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat setempat.

Makam La Tenrilai Tosengngeng terletak di Sulawesi Selatan, sebuah wilayah yang kaya akan sejarah dan tradisi. Sulawesi Selatan sendiri memiliki sejarah yang panjang mengenai pembentukan dan perkembangan kerajaan-kerajaan lokal yang memiliki peranan penting dalam sejarah nusantara. Dalam konteks ini, makam-makam seperti La Tenrilai Tosengngeng seringkali dihubungkan dengan masa pemerintahan kerajaan lokal, yang dalam banyak kasus, adalah simbol dari kekuasaan dan pengaruh politik serta spiritual (Muhaeminah 2008).

Dari segi budaya dan religi, makam ini juga berperan sebagai tempat ziarah yang menunjukkan praktik spiritual masyarakat setempat. Ziarah ke makam-makam seperti La Tenrilai Tosengngeng merupakan bagian dari tradisi sufi yang telah lama ada di Sulawesi Selatan, dimana makam dianggap sebagai tempat untuk meminta syafaat dan juga sebagai sarana meditasi spiritual (Renold and Badollahi 2019).

Arsitektur makam La Tenrilai Tosengngeng juga mencerminkan pengaruh estetika dan kebudayaan Islam yang telah berkembang di Sulawesi Selatan. Makam ini biasanya memiliki ciri khas arsitektur Islam lokal yang mungkin termasuk penggunaan batu nisan yang diukir, kaligrafi Arab, dan elemen-elemen dekoratif lain yang menunjukkan kekayaan budaya dan artistik masyarakat setempat. Arsitektur makam tidak hanya berfungsi sebagai penanda tempat peristirahatan tetapi juga sebagai ekspresi seni dan penghormatan terhadap yang telah meninggal (Zubair 2011).

Makam La Tenrilai Tosengngeng adalah sebuah situs yang penting untuk memahami latar belakang historis, budaya, dan religi di Sulawesi Selatan. Makam ini tidak hanya sebagai tempat peringatan tetapi juga sebagai simbol dari identitas budaya dan keagamaan yang mendalam yang terus mempengaruhi dan membentuk dinamika sosial masyarakat di Sulawesi Selatan hingga saat ini.

 

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendokumentasikan secara fisik dan menganalisis secara historis makam La Tenrilai Tosengngeng, yang merupakan langkah awal dalam proses pelestarian situs ini sebagai cagar budaya. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai nilai sejarah, arsitektural, dan budaya yang terkandung dalam makam tersebut, serta memahami peranannya dalam konteks sosial dan religius masyarakat Sulawesi Selatan.

Dokumentasi fisik makam La Tenrilai Tosengngeng melibatkan pengumpulan data terperinci mengenai kondisi saat ini dari struktur makam, termasuk dimensi, bahan yang digunakan, dan teknik konstruksi. Proses ini juga mencakup pemotretan dan pembuatan sketsa detil yang akan membantu dalam pelestarian fisik situs. Dokumentasi ini penting untuk memastikan bahwa semua aspek fisik makam dapat direkam dengan akurat, yang nantinya akan berguna dalam upaya restorasi dan konservasi.

Analisis historis bertujuan untuk menelusuri asal-usul makam, mengidentifikasi individu yang dimakamkan, dan memahami konteks sejarah yang lebih luas dari pembangunan makam tersebut. Penelitian ini akan melibatkan studi literatur, wawancara dengan ahli sejarah lokal, serta pengumpulan cerita dan tradisi lisan dari masyarakat setempat. Tujuan dari analisis ini adalah untuk membangun narasi yang koheren mengenai pentingnya makam dalam sejarah dan budaya Sulawesi Selatan.

Setelah dokumentasi dan analisis selesai, tujuan selanjutnya adalah untuk mengusulkan makam La Tenrilai Tosengngeng sebagai cagar budaya. Hal ini melibatkan penyusunan rekomendasi pelestarian yang berbasis pada hasil penelitian, termasuk strategi untuk melindungi situs dari kerusakan dan mempromosikan situs tersebut sebagai bagian dari warisan budaya. Pelestarian ini diharapkan tidak hanya melindungi makam dari kerusakan fisik tetapi juga mempertahankan dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap nilai historis dan kultural makam tersebut.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang makam La Tenrilai Tosengngeng, yang akan mendukung upaya pelestarian situs sebagai bagian penting dari warisan budaya Sulawesi Selatan. Penelitian ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan dukungan terhadap pelestarian situs-situs bersejarah di Indonesia.

 

Metodologi

Dalam penelitian ini, kami menggunakan pendekatan kualitatif dengan fokus pada dokumentasi fisik dan analisis dokumen historis untuk memahami secara mendalam makam La Tenrilai Tosengngeng. Pendekatan ini memungkinkan kami untuk mengeksplorasi dan memahami konteks, nilai, dan makna yang terkait dengan makam tersebut dalam konteks sosial dan historis masyarakat Sulawesi Selatan.

Pendekatan kualitatif dipilih karena kemampuannya untuk mendalam dan mendeskripsikan fenomena sosial dari perspektif subjek yang terlibat. Ini memungkinkan peneliti untuk memahami fenomena berdasarkan konteksnya dan memberikan pemahaman yang lebih luas tentang makna dan nilai yang terkandung dalam makam La Tenrilai Tosengngeng.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik dokumentasi, menggunakan kamera DSLR untuk mengambil gambar makam dari berbagai sudut. Ini membantu dalam mendokumentasikan kondisi fisik saat ini dari makam, termasuk detail arsitektural dan ornamen. Melakukan pengukuran fisik makam, termasuk dimensi dan layout, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang struktur dan desain makam. Mencatat informasi penting yang diperoleh selama observasi lapangan, termasuk catatan tentang lokasi, kondisi sekitar makam, dan aktivitas ziarah yang terjadi. Mengakses arsip lokal dan nasional untuk mendapatkan dokumen-dokumen historis yang berkaitan dengan makam La Tenrilai Tosengngeng. Ini termasuk catatan sejarah, laporan penelitian sebelumnya, dan dokumen resmi. Melakukan wawancara dengan ahli sejarah lokal, penjaga makam, dan masyarakat setempat untuk mendapatkan insight dan cerita lisan yang berkaitan dengan sejarah dan nilai makam. Menggunakan literatur yang relevan, termasuk buku, jurnal, dan artikel online, untuk mendukung analisis dan interpretasi data.

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif. Ini melibatkan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi tema-tema utama, pola, dan hubungan dalam data, yang kemudian digunakan untuk membangun pemahaman yang komprehensif tentang makam La Tenrilai Tosengngeng dalam konteks historis dan budaya Sulawesi Selatan.

Metodologi penelitian ini dirancang untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang makam La Tenrilai Tosengngeng, dengan memanfaatkan pendekatan kualitatif yang memungkinkan penelitian untuk mengeksplorasi dan mendokumentasikan secara detail aspek fisik, historis, dan budaya makam tersebut. Melalui penggunaan teknik dokumentasi yang komprehensif dan pengumpulan data historis yang teliti, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman dan pelestarian warisan budaya di Sulawesi Selatan.

Hasil

Dokumentasi fisik makam La Tenrilai Tosengngeng mengungkapkan bahwa makam ini memiliki arsitektur yang unik, dengan penggunaan batu nisan yang diukir secara detail dan elemen dekoratif yang mencerminkan pengaruh estetika Islam. Dimensi makam, yang tercatat selama proses dokumentasi, menunjukkan bahwa makam ini dibangun dengan memperhatikan aspek simetri dan proporsi, yang sesuai dengan prinsip-prinsip arsitektur tradisional di Sulawesi Selatan.

Hasil fotografi yang diambil dari berbagai sudut menunjukkan kondisi makam yang relatif terawat, meskipun ada beberapa tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam dan usia. Pengukuran dan pencatatan detail arsitektural makam memberikan dasar yang kuat untuk upaya pelestarian dan restorasi di masa depan.

(under construction)

Dalam jurnal ilmiah, beberapa membahas mengenai keberadaannya walaupun tentang siapa La Tenrilai Tosengngeng ditemukan setidaknya ada 4 jurnal ilmiah yakni:

  1. Tosora Pada Masa Kerajaan Wajo Abad XVII
  2. Peranan Tosora Sebagai Pusat Pemerintahan Kerajaan Wajo Abad XVI-XIX
  3. Usaha La Sangkuru Patau Dalam Mengembangkan Agama Islam Di Kerajaan Wajo
  4. Usaha La Sangkuru Patau Dalam Mengembangkan Agama Islam Di Kerajaan Wajo

Analisis historis mengungkapkan bahwa La Tenrilai Tosengngeng adalah tokoh penting dalam sejarah lokal, yang kontribusinya terhadap masyarakat dan budaya setempat masih dihormati hingga hari ini. Wawancara dengan ahli sejarah lokal dan masyarakat setempat mengungkapkan bahwa makam ini sering dikunjungi untuk ziarah, yang menunjukkan pentingnya makam ini dalam praktik spiritual masyarakat.

Dokumen-dokumen historis dan cerita lisan yang dikumpulkan selama penelitian menunjukkan bahwa makam La Tenrilai Tosengngeng tidak hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir tetapi juga sebagai simbol kekuatan spiritual dan pengaruh sosial yang dimiliki oleh La Tenrilai Tosengngeng selama hidupnya.

Dari data yang diperoleh, dapat diinterpretasikan bahwa makam La Tenrilai Tosengngeng memiliki nilai historis dan budaya yang signifikan bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Arsitektur makam, yang menggabungkan elemen tradisional dan Islam, mencerminkan integrasi budaya yang telah terjadi di wilayah ini selama berabad-abad. Kondisi fisik makam yang relatif terawat menunjukkan penghormatan dan perawatan yang terus menerus dari masyarakat setempat.

Analisis historis menunjukkan bahwa La Tenrilai Tosengngeng dihormati tidak hanya karena perannya dalam sejarah lokal tetapi juga karena kontribusinya terhadap nilai-nilai spiritual dan budaya. Praktik ziarah yang masih berlangsung menunjukkan bahwa makam ini tidak hanya penting secara historis tetapi juga memiliki relevansi spiritual yang berkelanjutan.

Penelitian ini menegaskan pentingnya makam La Tenrilai Tosengngeng sebagai situs warisan budaya yang perlu dilestarikan. Temuan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk upaya pelestarian lebih lanjut, yang tidak hanya akan melindungi situs ini dari kerusakan tetapi juga memastikan bahwa nilai historis dan budaya makam ini dapat terus dikenang dan dihormati oleh generasi mendatang.

Diskusi

Penelitian ini menemukan bahwa makam La Tenrilai Tosengngeng memiliki nilai historis dan budaya yang mendalam bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Dokumentasi fisik dan analisis historis yang dilakukan memberikan dasar yang kuat untuk argumentasi pelestarian makam sebagai cagar budaya. Temuan ini mendukung usaha pelestarian dengan menyediakan data dan analisis yang dapat digunakan sebagai referensi dalam proses pelestarian dan pengajuan makam sebagai situs cagar budaya.

Upaya pelestarian dapat melibatkan berbagai aspek, dari penyelamatan dan pengamanan hingga pemanfaatan untuk pendidikan dan kepariwisataan (Samosir, Sihite, and Sitepu 2022). Kasus ini relevan karena menunjukkan bagaimana pelestarian situs bersejarah dapat memberikan manfaat yang luas, tidak hanya dalam menjaga warisan budaya tetapi juga dalam meningkatkan kesadaran dan apresiasi publik terhadap sejarah lokal.

Diskusi ini juga menyoroti pentingnya pelestarian cagar budaya dalam menghadapi ancaman modernisasi, seperti yang dijelaskan dalam sumber (Ulva, Halifah Mustami, and Aksa 2022). Revitalisasi kawasan bersejarah sebagai objek wisata menunjukkan bagaimana pelestarian dapat diintegrasikan dengan pengembangan ekonomi lokal, memberikan contoh bagaimana pelestarian dapat memberikan manfaat ekonomi sambil menjaga integritas situs bersejarah.

Studi tentang kondisi pelestarian bangunan cagar budaya yang menjadi atraksi wisata di Kotagede (Nursyamsu and Marcillia 2022), memberikan wawasan tentang bagaimana pariwisata dapat berdampak positif terhadap pelestarian cagar budaya. Ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat, pelestarian dan pemanfaatan situs bersejarah untuk pariwisata dapat saling menguntungkan.

Diskusi penelitian ini menegaskan bahwa temuan dari penelitian tentang makam La Tenrilai Tosengngeng dapat mendukung usaha pelestarian makam sebagai cagar budaya dengan menyediakan data dan analisis yang komprehensif. Melalui perbandingan dengan kasus serupa, diskusi ini menunjukkan relevansi dan pentingnya pelestarian dalam menjaga warisan budaya dan sejarah. Ini juga menyoroti bagaimana pelestarian dapat diintegrasikan dengan pengembangan ekonomi lokal melalui pariwisata, memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat dan menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang.

Kesimpulan

Penelitian tentang makam La Tenrilai Tosengngeng di Sulawesi Selatan telah menghasilkan temuan yang berharga dan memberikan wawasan mendalam tentang nilai historis, arsitektural, dan budaya dari situs ini. Melalui pendekatan yang menggabungkan dokumentasi fisik dan analisis historis, penelitian ini berhasil mengungkapkan pentingnya makam ini tidak hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir tetapi juga sebagai simbol kebudayaan dan spiritualitas yang mendalam bagi masyarakat setempat.

Temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa makam La Tenrilai Tosengngeng memiliki arsitektur yang unik dan detail yang mencerminkan pengaruh budaya dan agama yang kaya. Makam ini juga merupakan pusat ziarah yang menunjukkan praktik spiritual yang kuat dalam masyarakat. Analisis historis mengungkapkan bahwa La Tenrilai Tosengngeng adalah tokoh penting yang kontribusinya terhadap masyarakat dan budaya setempat masih dihormati hingga hari ini.

Implikasi dari temuan ini terhadap pelestarian dan pengakuan cagar budaya sangat signifikan. Penelitian ini menegaskan pentingnya makam La Tenrilai Tosengngeng sebagai bagian dari warisan budaya Sulawesi Selatan yang perlu dilestarikan. Pelestarian makam ini tidak hanya akan melindungi struktur fisik dan nilai estetikanya tetapi juga mempertahankan makna historis dan budaya yang terkandung di dalamnya untuk generasi mendatang.

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi untuk tindakan pelestarian lebih lanjut atau studi mendatang yakni mengusulkan makam La Tenrilai Tosengngeng sebagai situs cagar budaya kepada pemerintah setempat dan nasional untuk mendapatkan perlindungan hukum dan dukungan dalam upaya pelestarian. Selain itu, perlu mengembangkan program pelestarian yang melibatkan pemerintah, masyarakat setempat, dan ahli warisan budaya. Program ini dapat mencakup restorasi fisik, pengembangan pendidikan dan pariwisata budaya, serta penelitian lebih lanjut tentang sejarah dan budaya setempat. Rekomendasi lainnya, melaksanakan program pendidikan dan kesadaran publik tentang pentingnya pelestarian warisan budaya. Ini dapat mencakup seminar, pameran, dan materi edukasi yang menyoroti sejarah dan nilai makam La Tenrilai Tosengngeng, termasuk mendorong studi mendatang yang lebih mendalam tentang aspek-aspek lain dari makam La Tenrilai Tosengngeng, termasuk studi tentang praktik ziarah, pengaruhnya terhadap identitas budaya lokal, dan potensi pelestarian melalui pariwisata budaya.

Penelitian ini menegaskan pentingnya makam La Tenrilai Tosengngeng sebagai warisan budaya yang berharga di Sulawesi Selatan. Temuan dari penelitian ini memberikan dasar yang kuat untuk upaya pelestarian dan pengakuan lebih lanjut dari makam sebagai cagar budaya. Melalui pelestarian yang efektif, nilai historis, budaya, dan spiritual dari makam ini dapat dipertahankan untuk dinikmati dan dipelajari oleh generasi mendatang.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih yang tulus kepada para ahli sejarah lokal dan penjaga makam yang telah memberikan wawasan berharga mengenai sejarah dan nilai budaya makam La Tenrilai Tosengngeng. Wawancara dengan mereka telah memberikan dimensi yang lebih dalam dan kontekstual terhadap data historis yang dikumpulkan.

Individu dan lembaga telah memberikan dukungan yang esensial untuk penelitian ini. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo serta Pemerintah Daerah Kecamatan Majauleng, telah memberikan akses ke sumber daya penelitian dan peralatan yang diperlukan untuk dokumentasi fisik makam. Ahli sejarah kabupaten Wajo yang juga berperan dalam menyediakan dukungan teknis dan akademis yang membantu dalam analisis data dan interpretasi hasil penelitian.

Catatan Disklaimer

Tulisan ini disusun berdasarkan berbagai sumber yang dapat diakses melalui internet maupun sumber lainnya (youtube.com, jurnal ilmiah, web site dan lainnya). Setiap sumber yang digunakan akan dicantumkan dengan jelas.

Jika Anda menemukan kesalahan atau memiliki masukan lainnya, silakan berikan komentar agar kami dapat segera melakukan perbaikan yang diperlukan.

Daftar Pustaka

Muhaeminah. 2008. “Sejarah Dan Arkeologi Tanete Barru Provinsi Sulawesi Selatan.” Walennae X(14):71–87. doi: https://doi.org/10.24832/wln.v10i2.193.

Nursyamsu, Lathifa, and Syam Rachma Marcillia. 2022. “Persepsi Terhadap Kondisi Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Yang Menjadi Atraksi Wisata Di Kotagede.” Atrium: Jurnal Arsitektur 8(1):27–42. doi: 10.21460/atrium.v8i1.171.

Renold, and Muh. Zainuddin Badollahi. 2019. “Ziarah Makam Syekh Yusuf Al-Makassari Di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.” Pangadereng 5(1):64–74. doi: 10.36869/.v5i1.20.

Samosir, Lustani, Pormando Sihite, and Yulia K. S. Sitepu. 2022. “Upaya Pelestarian Cagar Budaya Istana Sisingamangaraja Bakkara Sebagai Situs Wisata Bersejarah Di Kabupaten Humbang Hasundutan.” Jurnal Christian Humaniora 6(2):27–39. doi: 10.46965/jch.v6i2.1950.

Ulva, Nurfajriani, Muhammad Halifah Mustami, and Nursyam Aksa. 2022. “Revitalisasi Kawasan Bersejarah Sebagai Objek Wisata.” Journal of Social Knowledge Education (JSKE) 3(1):1–5. doi: 10.37251/jske.v3i1.399.

Zubair, Muhammad. 2011. “Makna Dan Fungsi Pada Makam Lajangiru Di Botoala Makasar.” Al-Qalam" 17(1):59–70. doi: http://dx.doi.org/10.31969/alq.v17i1.98.

 

Lampiran

Dokumentasi fisik makam La Tenrilai Tosengngeng

Referensi dari Berbagai Sumber: Warisan Cagar Budaya Masjid Tua Tosora Kabupaten Wajo

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, berikut ini rangkuman mengenai warisan cagar budaya Masjid Tua Tosora di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan:

1. Masjid Tua Tosora merupakan masjid pertama yang dibangun di wilayah Kerajaan Wajo pada tahun 1621, atas perintah Arung Matowa Wajo XV La Pakallongi To Allinrungi. Masjid ini menjadi saksi bisu perkembangan Islam di tanah Wajo[1][4].

2. Masjid Tua Tosora terletak di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo. Tosora dahulu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Wajo pada abad ke-16 hingga ke-19[2][5]. 

3. Di kompleks Masjid Tua Tosora terdapat makam tokoh penyebar Islam yaitu Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini, yang merupakan keturunan ke-20 Nabi Muhammad SAW. Makamnya menjadi daya tarik wisata religi[1][3][4].

4. Masjid Tua Tosora saat ini sudah menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat berupaya melestarikan situs bersejarah ini[6][7].

5. Masjid ini mengalami transformasi dari masa ke masa, mulai dari bangunan utuh pada masa Kerajaan Wajo, kemudian runtuh dan diperbaiki, hingga akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya pada 8 Januari 2022[6][7].

6. Masjid Tua Tosora kini menjadi destinasi wisata religi yang banyak dikunjungi wisatawan. Keberadaannya memiliki fungsi penting bagi masyarakat Tosora dalam bidang keagamaan, pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya[3][6][8].

Jadi, Masjid Tua Tosora merupakan warisan cagar budaya yang sangat penting sebagai bukti sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Kabupaten Wajo. Pemerintah dan masyarakat terus berupaya menjaga dan melestarikan situs bersejarah ini agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.


Citations:

[1] https://sulsel.idntimes.com/life/education/ahmad-hidayat-alsair/masjid-tua-tosora-saksi-bisu-perkembangan-islam-di-tanah-wajo

[2] https://www.beritasatu.com/network/katasulsel/125406/jejak-sejarah-masjid-tua-tosora-simbol-keislaman-dan-kebudayaan-di-wajo-sulawesi-selatan

[3] https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/masjid_tua_tosora__makam_assheyck_jamaluddin_akbar_husein__keturunan_rasullullah_ke20

[4] https://www.liputan6.com/islami/read/5197893/kisah-masjid-tua-tosora-wajo-yang-didirikan-cucu-rasulullah-saw-di-sulsel

[5] https://harian.fajar.co.id/2023/08/18/tosora-syekh-jamaluddin-dan-peninggalan-masjid-tua-sebuah-selayang-pandang/

[6] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/25179/1/AMHARDIANTI_80100219054.pdf

[7] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/25179/

[8] https://halosulsel.com/detailpost/wisata-religi-cagar-budaya-masjid-tua-tosora-makin-diminati-amran-mahmud-kita-lindungi-untuk-anak-cucu

[9] https://mediaktual.com/2022/01/11/pangdam-bantu-cagar-budaya-masjid-tua-tosora/

Selasa, 04 Juni 2024

Masjid Ummul Quraa Sengkang Kabupaten Wajo

Masjid Agung Ummul Quraa terletak di pusat kota Sengkang, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Masjid ini didirikan pada tahun 1955 oleh arsitek Kristen Protestan Friedrich Silaban, yang juga merancang Masjid Istiqlal. Pembangunan masjid ini selesai pada tahun 1965 dan diresmikan oleh Wakil Presiden Moh. Hatta [1][4].

Masjid ini memiliki keunikan arsitektur yang menarik dengan dinding kiblat yang dihiasi tulisan Asmaul Husna berwarna kuning keemasan. Terdapat 50 tiang penyangga berwarna putih bersih dengan sentuhan emas di sudut-sudutnya, serta kubah berwarna kuning emas yang mencolok. Selain itu, masjid ini juga memiliki tempat duduk yang disebut "lego-lego" atau teras, yang merupakan ciri khas rumah Bugis [1][4].

Masjid Agung Ummul Quraa telah mengalami renovasi sebanyak empat kali, dengan perubahan yang paling signifikan adalah penempatan menara yang awalnya berdiri di Lapangan Merdeka Sengkang dan kini dipindahkan ke area masjid [1][4].

Masjid ini memiliki luas tanah 3.500 m2 dan luas bangunan 7.000 m2. Status tanahnya adalah SHM (Sertifikat Hak Milik). Jumlah jamaah yang dapat menampung lebih dari 200 orang, dengan 50 orang muazin [3].

Pada tahun 2004, nama Masjid Raya Sengkang diganti menjadi Masjid Agung Ummul Quraa berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 394 tahun 2004 yang mengatur tentang tipologi masjid. Perubahan nama ini karena masjid berkedudukan di kabupaten, sedangkan masjid raya adalah masjid yang ditetapkan pemerintah tingkat provinsi dan masjid negara adalah masjid yang berkedudukan di ibukota negara [1].

Masjid Agung Ummul Quraa juga memiliki mushaf Al-Qur'an raksasa yang berukuran 120 x 90 cm (terbuka 180 cm) dengan ketebalan 20 cm. Mushaf ini ditulis oleh Ustaz Usman Pabbo dan memiliki berat sekitar 270 kg dengan 605 halaman[2].

Masjid ini sangat populer di kalangan wisatawan lokal yang menggemari wisata religi dan menawarkan berbagai aktivitas seperti lari, berfoto, dan duduk mengobrol sambil menikmati suasana masjid [4][5].


Citations:

[1] https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6024711/mengenal-masjid-agung-ummul-quraa-sengkang-wajo-dirancang-arsitek-non-muslim

[2] https://halosulsel.com/detailpost/pemkab-wajo-hadirkan-mushaf-al-qur-an-raksasa-di-masjid-agung-ummul-quraa

[3] https://dkm.or.id/dkm/123/masjid-agung-ummul-qura-tempe-kab-wajo.html

[4] https://www.youtube.com/watch?v=hJ6-3L5e4UQ

[5] https://lapauke.digitaldesa.id/wisata/masjid-agung-ummul-qura