Kamis, 19 September 2024

Pembuatan Polisi Tidur Tanpa Izin: Tantangan dan Konsekuensi

Keberadaan *polisi tidur* atau speed bump di jalanan sering kali dianggap sebagai solusi untuk mengurangi kecepatan kendaraan, terutama di area pemukiman. Namun, pembuatan polisi tidur oleh masyarakat tanpa mengikuti aturan yang berlaku dapat menimbulkan berbagai masalah, baik dari segi hukum maupun keselamatan.

Aturan Pembuatan Polisi Tidur

Menurut peraturan yang ada, pembuatan polisi tidur tidak boleh dilakukan sembarangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 dan Permenhub 82/2018, terdapat spesifikasi teknis yang harus dipenuhi:

  • Ketinggian maksimal: 12 cm
  • Lebar minimal: 15 cm
  • Sisi miring dengan kelandaian maksimal: 15 persen

Selain itu, penempatan polisi tidur harus dilakukan di lokasi yang tepat, seperti jalan lingkungan pemukiman atau jalan lokal yang memiliki kelas jalan tertentu [1][2].

Larangan dan Sanksi

Masyarakat dilarang untuk membuat polisi tidur tanpa izin dari pihak berwenang, seperti gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Jika melanggar, individu atau kelompok dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 274 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yang dapat berupa hukuman penjara hingga satu tahun atau denda maksimal sebesar Rp24 juta [2][4].

Pembongkaran polisi tidur yang dibuat tanpa izin juga sering terjadi. Contohnya, di Jakarta, sejumlah polisi tidur dibongkar karena tidak sesuai dengan Perda DKI Jakarta dan tidak memiliki izin dari gubernur [6].

Dampak Pembuatan Polisi Tidur Tanpa Izin

Pembuatan polisi tidur secara ilegal dapat menyebabkan beberapa masalah:

  • Keselamatan Pengguna Jalan: Polisi tidur yang tidak memenuhi standar dapat berpotensi membahayakan pengguna jalan. Misalnya, polisi tidur yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kecelakaan atau kerusakan pada kendaraan [4][5].
  • Gangguan Fungsi Jalan: Pemasangan sembarangan dapat mengganggu fungsi jalan dan menyebabkan kemacetan atau masalah lainnya bagi pengguna jalan lain [3][5].
  • Tindakan Hukum: Masyarakat yang terlibat dalam pemasangan tanpa izin berisiko menghadapi tindakan hukum dan sanksi pidana [2][4].

Kasus Nyata di Masyarakat

Di beberapa daerah, seperti Sukabumi, warga sering kali mengambil inisiatif untuk membuat polisi tidur akibat tingginya angka kecelakaan di area tersebut. Meskipun niatnya baik untuk meningkatkan keselamatan, tindakan ini tetap melanggar hukum jika tidak melalui prosedur resmi [5].

Kepala Dinas Perhubungan setempat menyatakan bahwa meskipun ada alasan kuat untuk membuat polisi tidur, masyarakat tetap harus mengikuti prosedur yang ada agar tidak menghadapi konsekuensi hukum [5] [6].

Dalam kesimpulannya, meskipun pembuatan polisi tidur oleh masyarakat mungkin didorong oleh kebutuhan akan keselamatan, penting untuk mematuhi peraturan yang ada agar tidak menimbulkan masalah hukum dan keselamatan di jalan raya.


Sumber rujukan:

[1] https://indonesiabaik.id/motion_grafis/bikin-polisi-tidur-tidak-boleh-sembarangan

[2] https://www.hukumonline.com/klinik/a/bikin-polisi-tidur-sembarangan-ini-hukumannya-lt521b2a079f666/

[3] https://dishub.tanjungpinangkota.go.id/berita/ini-aturan-membuat-polisi-tidur-dan-standarnya.html

[4] https://otomotif.tempo.co/read/1521815/bolehkah-masyarakat-umum-membangun-polisi-tidur-sendiri

[5] https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5940195/kisah-pilu-di-balik-45-polisi-tidur-hiasi-jalan-sepanjang-2-km

[6] https://news.detik.com/berita/d-5954823/dibuat-tanpa-izin-anies-polisi-tidur-di-jl-inspeksi-bukit-duri-dibongkar

Rabu, 18 September 2024

Kebiasaan Tidak Memasang Plat Nomor Kendaraan: Fenomena Sosial dan Tantangannya

Kebiasaan tidak memasang plat nomor kendaraan, terutama pada bagian belakang, menjadi fenomena sosial yang menarik perhatian. Plat nomor berfungsi sebagai identitas resmi kendaraan, dan ketidakpatuhan terhadap aturan ini menimbulkan berbagai tantangan dari segi hukum, keamanan, serta budaya berkendara.

Pentingnya Plat Nomor Kendaraan

Plat nomor merupakan tanda pengenal resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang. Setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan raya wajib memiliki plat nomor sesuai dengan aturan yang berlaku. Fungsi utama dari plat nomor adalah:

Identifikasi Kendaraan: Memudahkan pengawasan lalu lintas dan administrasi.

Keamanan Publik: Membantu dalam pelacakan kendaraan dalam situasi darurat, seperti kecelakaan atau tindak kriminal.

Tanpa plat nomor, kendaraan dianggap ilegal untuk digunakan di jalan raya, yang dapat berakibat pada penegakan hukum yang lebih ketat[2][3].

Alasan di Balik Kebiasaan Tidak Memasang Plat Nomor

Beberapa alasan sering diajukan oleh pengendara yang tidak memasang plat nomor belakang:

Persepsi Pentingnya: Banyak pengendara merasa bahwa plat nomor belakang tidak sepenting yang di depan.

Estetika: Pengguna kendaraan modifikasi sering kali merasa bahwa plat nomor mengurangi daya tarik visual kendaraan mereka.

Minimnya Penegakan Hukum: Ketidakjelasan sanksi bagi pelanggar membuat masyarakat merasa bahwa tindakan ini dapat dilakukan tanpa risiko besar[4][7].

Dampak Sosial dan Hukum

Dari perspektif hukum, kendaraan tanpa plat nomor dapat dikenakan sanksi berupa tilang atau denda. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelanggar dapat dikenakan denda maksimal Rp500.000 atau kurungan hingga dua bulan[3][10].

 

Dari segi keamanan, ketidakadaan plat nomor menyulitkan identifikasi dalam kasus-kasus darurat. Hal ini menghambat upaya penegakan hukum dan meningkatkan risiko keselamatan publik[6][9].

Mendorong Kesadaran dan Kepatuhan Masyarakat

Untuk mengatasi kebiasaan ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:

Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya plat nomor sebagai identitas legal kendaraan.

Penegakan Hukum: Menerapkan sanksi yang tegas bagi pelanggar untuk memberikan efek jera.

Edukasi: Memberikan pemahaman bahwa kepatuhan terhadap aturan lalu lintas adalah tanggung jawab bersama untuk menjaga ketertiban di jalan raya[5][8].

Kesimpulan

Kebiasaan tidak memasang plat nomor kendaraan merupakan fenomena sosial yang kompleks. Berbagai faktor penyebabnya mencakup estetika, ketidaktahuan, dan kurangnya penegakan hukum. Namun, dampak negatifnya terhadap hukum dan keamanan publik menjadikannya masalah serius yang perlu ditangani segera. Sinergi antara pihak berwenang dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan budaya berkendara yang lebih tertib dan aman.

Sumber Rujukan:

[1] https://getradius.id/news/32091-ketika-teknologi-dapat-mengakhiri-fenomena-plat-nomor-kendaraan-palsu

[2] https://www.carmudi.co.id/journal/dasar-hukum-dan-peraturan-plat-nomor-kendaraan/

[3] https://home.banjarkab.go.id/setiap-kendaraan-wajib-memasang-plat-nomor-tanda-nomor-kerdaraan-bermotor/

[4] https://www.hukumonline.com/klinik/a/nekat-pakai-pelat-nomor-palsu-bisa-dijerat-pidana-ini-lt53225c36df269/

[5] https://www.hukumonline.com/klinik/a/tidak-pasang-pelat-nomor-karena-baut-copot--tetap-ditilang-lt5c6a634abd98d/

[6] https://gedongkiwokel.jogjakota.go.id/detail/index/21880

[7] https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2024/polda-jatim-bakal-tindak-tegas-kendaraan-tanpa-pelat-nomor/

[8] https://www.kepriprov.go.id/berita/pemprov-kepri/pemprov-kepri-gelar-program-pemutihan-pajak-kendaraan-bermotor

[9] https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/lutur/article/download/2838/2398

[10] https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/polda-jatim-tindak-tegas-pengendara-yang-ngeyel-kendaraannya-tanpa-pelat-nomor/

Senin, 09 September 2024

Laporan Pelaksanaan Pengembangan Cagar Budaya “Musala Tosora"

Musala Tosora, sebuah bangunan cagar budaya yang terletak di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, memiliki sejarah yang kaya dan peran penting dalam pengembangan Islam di jazirah Sulawesi Selatan. Bangunan ini tidak hanya merupakan saksi sejarah tetapi juga merupakan pusat aktivitas budaya masyarakat Tosora[1][2].

Fungsi Musala Tosora dalam Pengembangan Islam

Musala Tosora didirikan pada masa Kerajaan Wajo dan berperan sebagai pusat pengembangan agama Islam. Pada tahun 1610, Islam secara resmi diadopsi oleh masyarakat Tosora, dan sebagai hasilnya, sebuah masjid permanen dibangun pada tahun 1621[5]. Bangunan ini menjadi simbol penting dalam sejarah Islam di Sulawesi Selatan dan tetap menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat setempat.

Struktur dan Rekonstruksi Musala Tosora

Musala Tosora memiliki struktur yang unik dan khas. Denah dasar mushallahnya berbentuk persegi empat dengan ukuran 9,75 x 9,75 meter. Pada sisi barat mushallah terdapat mihrab yang menjorok keluar dengan ukuran 2,3 x 2,0 meter tanpa jendela. Bagian dalam mihrab berbentuk tapal kuda dengan ketinggian titik tengah 1,95 meter[2].

Transformasi Musala Tosora menjadi Bangunan Cagar Budaya

Pada tahun 2019, Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo menetapkan Musala Tosora sebagai salah satu lokasi cagar budaya di Desa Tosora. Penetapan ini merupakan langkah penting dalam pelestarian cagar budaya di Kabupaten Wajo dan mengakui pentingnya bangunan ini sebagai warisan budaya[3].

Potensi Pengembangan Wisata Halal

Musala Tosora memiliki potensi besar dalam pengembangan wisata halal. Kawasan kota tua Tosora merupakan destinasi wisata campuran alam dan budaya, dengan peninggalan kerajaan Wajo yang berupa masjid tua, musallah, dan makam-makam kuno. Upaya pelestarian cagar budaya di Kabupaten Wajo telah mendapat perhatian pemerintah setempat, dan Desa Tosora telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dalam Perda RTRW Kabupaten Wajo No.12 Tahun 2012[6].

Strategi Pengembangan Cagar Budaya

Untuk mengembangkan cagar budaya Musala Tosora, beberapa strategi dapat dilakukan:

  • Pertahankan Potensi Internal: Mempertahankan potensi internal dari segi bangunan-bangunan sejarah yang bernunsa Islam dan mempertahankan budaya lokal.
  • Pengembangan Wisata Halal: Mengembangkan strategi wisata halal yang tidak terkikis oleh modernisasi maupun pengaruh wisatawan yang datang.
  • Pelestarian Bangunan: Melakukan pelestarian bangunan secara terus-menerus untuk menjaga keaslian dan keunikan bangunan cagar budaya.

Kesimpulan

Musala Tosora bukan hanya bangunan cagar budaya tetapi juga simbol penting dalam sejarah pengembangan Islam di Sulawesi Selatan. Dengan strategi pengembangan yang tepat, bangunan ini dapat terus menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat dan menjadi destinasi wisata yang menarik. Pelestarian cagar budaya ini tidak hanya penting untuk menjaga warisan budaya tetapi juga untuk mengembangkan potensi wisata halal di kawasan kota tua Tosora.

Sumber Referensi:

[1] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/25179/1/AMHARDIANTI_80100219054.pdf

[2] https://pustaka.kebudayaan.kemdikbud.go.id/index.php/index.php?bid=13682&fid=1887&p=fstream-pdf

[3] https://www.kliksulsel.com/2019/11/tim-ahli-tetapkan-tiga-lokasi-cagar.html

[4] https://bawas.mahkamahagung.go.id/old/images/images/laporan%20pengembangan%20siwas%20v3.0.pdf

[5] https://www.jstage.jst.go.jp/article/irspsd/10/3/10_188/_html/-char/en

[6] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/12543/

[7] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/25969/1/ST%20MAISYAH%20NUR%20ALI_80100221010.pdf

[8] https://www.researchgate.net/publication/362023259_Spatial_Historical_Evolution_of_Urban_Tosora_Cultural_Heritage

Laporan Analisis Pengelolaan Cagar Budaya “Geddong’nge Tosora”

Cagar budaya merupakan warisan budaya yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Salah satu cagar budaya yang perlu diperhatikan adalah “Geddong’nge Tosora,” sebuah situs cagar budaya yang terletak di daerah tertentu. Dalam laporan ini, kita akan melakukan analisis pengelolaan cagar budaya “Geddong’nge Tosora” dengan mempertimbangkan berbagai aspek pengelolaan, pelestarian, dan pemanfaatan.

Pengertian dan Definisi Cagar Budaya

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan[4].

Pengelolaan Cagar Budaya “Geddong’nge Tosora”

Pengelolaan cagar budaya “Geddong’nge Tosora” melibatkan beberapa tahapan penting, yaitu:

  • Penyelamatan: Upaya menghindari dan/atau menanggulangi cagar budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. Hal ini sangat penting untuk menjaga keaslian dan kelestarian situs cagar budaya[2].
  • Pengamanan: Upaya menjaga dan mencegah cagar budaya dari ancaman dan/atau gangguan. Ini termasuk pengawasan yang ketat untuk mencegah vandalisme dan kerusakan lainnya[2].
  • Pemeliharaan: Upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari. Ini melibatkan perawatan rutin dan pemeliharaan yang terus-menerus untuk menjaga keadaan situs cagar budaya[2].
  • Pemugaran: Upaya pengembalian kondisi fisik cagar budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan. Pemugaran dilakukan untuk memperpanjang usia cagar budaya dan menjaga keaslian situs[2].

Pemanfaatan dan Pengembangan Cagar Budaya “Geddong’nge Tosora”

Pemanfaatan dan pengembangan cagar budaya “Geddong’nge Tosora” sangat penting untuk meningkatkan potensi nilai, informasi, dan promosi situs cagar budaya. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:

  • Penyajian Koleksi: Melakukan penyajian koleksi cagar budaya dan yang diduga cagar budaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya situs cagar budaya[2].
  • Pengembangan: Berkaitan dengan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi situs cagar budaya. Pengembangan meliputi penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan tanpa bertentangan dengan tujuan pelestarian[2].

 

Kesulitan dan Faktor Penghambat

Meskipun pengelolaan cagar budaya “Geddong’nge Tosora” telah dilakukan dengan baik, masih ada beberapa kesulitan dan faktor penghambat yang perlu diatasi. Beberapa faktor yang umum adalah:

  • Dana: Sumber daya keuangan yang terbatu dapat menjadi hambatan dalam melakukan pelestarian dan pemugaran cagar budaya[3].
  • Kesadaran Masyarakat: Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya cagar budaya dapat mempengaruhi efektivitas pengelolaan[5].

Saran dan Rekomendasi

Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan cagar budaya “Geddong’nge Tosora,” beberapa saran dan rekomendasi dapat diberikan:

  • Menggugah Kepedulian Masyarakat: Menggugah kepedulian dan partisipasi masyarakat luas dalam mendukung pengelolaan dan pelestarian cagar budaya[3].
  • Pengembangan Kemitraan: Melakukan penyusunan bahan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya untuk meningkatkan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi terkait[2].

 

Dengan melakukan analisis yang komprehensif tentang pengelolaan cagar budaya “Geddong’nge Tosora,” kita dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga keberadaan situs cagar budaya ini. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan penelitian dan evaluasi untuk memastikan bahwa pengelolaan cagar budaya tetap efektif dan berkelanjutan.

Kesimpulan:

Pengelolaan cagar budaya “Geddong’nge Tosora” memerlukan perhatian yang serius dan komprehensif. Dengan melakukan penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan, dan pemugaran, serta meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan situs cagar budaya, kita dapat menjaga keberadaan cagar budaya ini untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan analisis dan evaluasi untuk memastikan bahwa pengelolaan cagar budaya tetap efektif dan berkelanjutan.

Referensi:

[1] https://irich.pknstan.ac.id/irj/article/download/15/15/96

[2] https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/8791-Full_Text.pdf

[3] https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/download/21962/20209

[4] http://e-journal.uajy.ac.id/8160/2/HK110284.pdf

[5] https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISH/article/download/34307/20063/101193

[6] https://media.neliti.com/media/publications/79534-ID-analisis-pengelolaan-dan-pelestarian-cag.pdf

[7] https://peraturan.bpk.go.id/Download/257912/Perda_No_1_Pelestarian%20Cagar%20Budaya_ok.pdf

[8] https://jdih-dprd.bantenprov.go.id/storage/places/peraturan/Laporan%20Final_Naskah%20Akademik_Cagar%20Budaya%20Banten%20edit%202%2025%20Nov%202021_1693808429.pdf

Analisis Data Kompleks Makam Tosora: Mencari Makna di Balik Sejarah dan Spiritualitas

Kompleks Makam Tosora, terletak di Kelurahan Tosora, Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu tempat wisata religi yang paling bersejarah dan memiliki nilai spiritual tinggi. Dalam tulisan ini, kita akan melakukan analisis data terkait dengan Kompleks Makam Tosora untuk memahami lebih dalam tentang makna dan signifikansi makam kuno ini.

1.     Lokasi dan Signifikansi Geografis

Lokasi Kompleks Makam Tosora yang strategis di Sulawesi Selatan membuatnya mudah dijangkau oleh pengunjung dari berbagai daerah. Sulawesi Selatan sendiri dikenal sebagai provinsi yang kaya akan sejarah dan budaya, sehingga lokasi ini tidak hanya penting dari segi spiritual tetapi juga geografis. Letaknya di tengah-tengah provinsi ini membuatnya menjadi salah satu destinasi wisata religi yang paling populer di daerah tersebut [2][3][4].

2.     Artefak dan Makam: Bukti Sejarah

Di dalam kompleks makam ini terdapat makam Syaikh Jamaluddin Akbar Al-Husaini, yang merupakan keturunan ke-20 dari Nabi Muhammad. Makam ini memiliki artefak berusia sama dengan keberadaan Syekh Jamaluddin di Tosora. Artefak-artefak tersebut merupakan bukti sejarah yang penting dan menunjukkan bahwa makam ini telah ada selama berabad-abad. Kehadiran artefak-artefak ini tidak hanya menunjukkan usia makam tetapi juga memberikan gambaran tentang kehidupan dan peran Syekh Jamaluddin dalam sejarah Islam di Nusantara [2][3][4].

3.     Kegiatan Ziarah: Spiritualitas yang Tidak Pernah Mati

Para pengunjung yang datang ke makam ini hanya untuk melakukan ziarah. Mereka datang dengan tujuan untuk berdoa dan menghormati makam Syaikh Jamaluddin. Kegiatan ziarah ini merupakan bagian penting dari kehidupan spiritual masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas tidak pernah mati dan bahwa menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi banyak orang [2][3].

4.     Potensi Wisata Religi: Membuka Jalan bagi Pengunjung

Kompleks Makam Tosora merupakan salah satu tempat wisata religi yang penting di daerah tersebut. Wisata ini tetap dibuka untuk memenuhi kebutuhan pengunjung spiritual dan keagamaan. Selain makam, kompleks ini juga memiliki masjid tua yang masih digunakan hingga saat ini. Potensi wisata religi ini tidak hanya menarik bagi pengunjung lokal tetapi juga bagi wisatawan internasional yang tertarik dengan sejarah dan budaya Islam di Indonesia [4].

5.     Peringatan Haul Syekh Jamaluddin: Tradisi yang Terus Berlanjut

Setiap tahun, diadakan haul Syekh Jamaluddin di Kompleks Masjid Tua Tosora. Acara ini seringkali dirangkaikan dengan maulid Nabi Muhammad saw. Bupati Wajo, Amran Mahmud, pernah menghadiri acara ini sebagai tanda hormat dan penghormatan terhadap makam kuno tersebut. Peringatan haul ini tidak hanya menunjukkan pentingnya makam dalam sejarah tetapi juga tradisi yang terus berlanjut hingga saat ini [7].

6.     Sejarah dan Signifikansi Makam Kuno

Makam Tosora memiliki signifikansi historis sebagai tempat peristirahatan terakhir Syekh Jamaluddin, yang dikenal sebagai datuk para wali dan sultan se-Nusantara. Ia meninggal di Wanua Tosora pada tahun 1453 silam. Sejak saat itu, makam ini telah menjadi tempat suci bagi masyarakat setempat dan pengunjung dari berbagai daerah. Signifikansi makam ini tidak hanya karena usianya yang tua tetapi juga karena peran penting Syekh Jamaluddin dalam sejarah Islam di Indonesia [7].

Kesimpulan

Dalam analisis data terkait dengan Kompleks Makam Tosora, kita dapat menyimpulkan bahwa makam kuno ini memiliki makna yang sangat dalam dalam sejarah dan spiritualitas. Lokasinya yang strategis, artefak-artefak yang berusia lama, kegiatan ziarah yang terus berlanjut, potensi wisata religi yang besar, serta peringatan haul yang terus berlangsung semuanya menunjukkan bahwa Kompleks Makam Tosora adalah salah satu tempat yang paling berharga dalam sejarah dan budaya Sulawesi Selatan.

Dengan demikian, Kompleks Makam Tosora bukan hanya sebuah tempat wisata religi biasa tetapi juga sebuah simbol kekuatan spiritual dan sejarah yang tidak pernah mati. Jika Anda sedang mencari tempat wisata yang unik dan bersejarah, maka Kompleks Makam Tosora adalah pilihan yang tepat untuk dikunjungi.

 

Sumber Data:

[1] http://repositori.uin-alauddin.ac.id/25179/1/AMHARDIANTI_80100219054.pdf

[2] https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Makam_Tosora

[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Makam_Tosora

[4] https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/masjid_tua_tosora__makam_assheyck_jamaluddin_akbar_husein__keturunan_rasullullah_ke20

[5] https://harian.fajar.co.id/2023/08/18/tosora-syekh-jamaluddin-dan-peninggalan-masjid-tua-sebuah-selayang-pandang/

[6] https://walennae.unhas.ac.id/index.php/walennae/article/view/237

[7] https://wajokab.go.id/berita/detail/haul-akbar-syekh-jamaluddin-di-masjid-tua-tosora-amran-mahmud-perkuat-peradaban-islam-di-wajo

[8] https://www.researchgate.net/publication/318684150_Situs-situs_Megalitik_di_Kabupaten_Wajo_Sulawesi_Selatan