Senin, 02 Desember 2024

Analisis Data Cagar Budaya Kabupaten Wajo

 Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang kaya akan warisan budaya dan sejarah. Dalam upaya untuk memelihara dan melestarikan kekayaan ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo telah melakukan analisis dan inventarisasi terhadap beberapa objek yang diusulkan sebagai cagar budaya. Berikut adalah beberapa temuan dari analisis tersebut:

Lokasi dan Deskripsi Cagar Budaya

1. Masjid Tua Tosora

   - Deskripsi: Tempat ibadah yang bersejarah dan masih berfungsi sebagai tempat ibadah saat ini.

   - Keterangan: Ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Lontara Sukkuna pada tahun 1621[1].

2. Geddongnge (Gudang Amunisi Kerajaan)

   - Deskripsi: Bangunan bersejarah yang menyimpan benda purbakala.

   - Keterangan: Hasil penelitian Balai Arkeologi[1].

3. Mushollah Tosora

   - Deskripsi: Berkaitan dengan adat dan budaya setempat.

   - Keterangan: Menjadi bagian dari festival budaya di Wajo[1].

4. Kain Tenun Sengkang

   - Deskripsi: Warisan budaya kerajinan tenun sutera yang signifikan.

   - Keterangan: Masih menjadi simbol identitas masyarakat Bugis Wajo[1][4][5].

5. Saoraja Tempe

   - Deskripsi: Lokasi yang diduga memiliki sejarah penting dalam kebudayaan Wajo.

   - Keterangan: Dalam upaya pelestarian budaya oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo, diusulkan untuk ditetapkan sebagai cagar budaya pada tahun 2025[3].

Usaha Pelestarian dan Pemajuan Kebudayaan

Pemerintah Kabupaten Wajo melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan. Salah satunya adalah dengan menggelar Pekan Budaya Tosora, yang menampilkan berbagai pertunjukan seni budaya lokal, seperti Anggaru/osong, tari lolusu, dongeng, pencak silat, dan baca lontara[2].

Pekan Budaya Tosora ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan serta meningkatkan apresiasi terhadap budaya lokal. Wakil Bupati Wajo, Amran, menekankan pentingnya kegiatan ini dilakukan secara rutin untuk memperkuat identitas budaya Wajo dan sebagai upaya pelestarian adat[2].

 

Penelusuran dan Penjejakan Sejarah

Untuk mendukung upaya pelestarian budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo akan melakukan penelusuran dan penjejakan sejarah objek yang diduga cagar budaya, termasuk Saoraja Tempe di Kecamatan Tempe, Makam Petta Makkawarie di Kelurahan Tempe, Bunker Jepang Wajo di Kelurahan Maddukelleng, serta berbagai makam penting lainnya di berbagai kecamatan[3].

Kegiatan ini juga melibatkan kerjasama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIX dan mahasiswa jurusan arkeologi dari berbagai universitas di Indonesia untuk memastikan pendataan dan pelestarian warisan budaya dilakukan dengan baik[3].

Kesimpulan

Dengan analisis data yang telah dilakukan, Kabupaten Wajo menunjukkan komitmen kuat dalam melestarikan warisan budayanya. Melalui upaya pelestarian, pemajuan kebudayaan, dan penelusuran sejarah, Wajo tidak hanya menjaga identitas budayanya tetapi juga menyajikan kekayaan budaya yang luar biasa bagi generasi mendatang dan pelancong dari berbagai penjuru dunia.

Rujukan

[1] https://wajoterkini.com/tiga-lokasi-di-tosora-ditetapkan-jadi-cagar-budaya/

[2] https://wajokab.go.id/berita/detail/buka-pekan-budaya-di-tosora-amran-ini-harus-terus-dilestarikan

[3] https://beritasulsel.com/baca/telusur-dan-penjejakan-sejarah-objek-diduga-cagar-budaya-di-wajo

[4] https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-sulseltrabar/baca-kilas-peristiwa/14278/Kain-Tenun-Sengkang-Warisan-Budaya-dari-Wajo-Sulsel.html

[5] https://wamanews.id/kain-sutera-bugis-wajo-adalah-warisan-budaya-yang-terus-hidup/

Laporan Analisis Terkait Pengelolaan Cagar Budaya di Kabupaten Wajo

 Kabupaten Wajo, yang terletak di Sulawesi Selatan, dikenal kaya akan warisan budaya dan sejarah. Salah satu kawasan yang menonjol adalah Situs Tosora, yang telah diidentifikasi sebagai cagar budaya penting di daerah ini. Artikel ini akan membahas pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Wajo, dengan fokus pada tantangan dan peluang yang ada.

Pentingnya Situs Tosora

Situs Tosora terletak di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng, sekitar 16 kilometer dari kota Sengkang. Kawasan ini memiliki nilai sejarah yang signifikan, termasuk peninggalan dari zaman prasejarah hingga masa peradaban Islam. Beberapa situs penting di Tosora meliputi Masjid Tua Tosora, Geddongnge (gudang amunisi kerajaan), dan Mushollah Tosora[1][4].

Masjid Tua Tosora, misalnya, merupakan salah satu bangunan bersejarah yang didirikan pada tahun 1621 oleh Arung Matowa Wajo XV La Pakallongi To Allinrungi. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai simbol kebanggaan masyarakat Wajo[5].

Tantangan dalam Pengelolaan Cagar Budaya

Pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Wajo menghadapi beberapa tantangan. Salah satu isu utama adalah keterbatasan sumber daya manusia dan prioritas pembangunan yang dapat mengancam kelestarian situs-situs bersejarah. Selain itu, perhatian pemerintah daerah terhadap pelestarian sering kali bersifat temporal dan tidak terencana dengan baik[1].

Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 12 Tahun 2013 telah ditetapkan untuk melindungi dan mengembangkan cagar budaya. Namun, implementasi dari peraturan ini memerlukan dukungan lebih lanjut dari berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan pelestarian yang berkelanjutan[2].

Upaya Pelestarian dan Pengembangan

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi jangka panjang yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat setempat. Penetapan zonasi dan pengembangan infrastruktur pendukung dapat membantu dalam melestarikan situs-situs ini.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo telah melakukan penelusuran dan penjejakan sejarah objek yang diduga cagar budaya. Kegiatan ini bertujuan untuk merawat dan melestarikan kebudayaan serta sejarah yang ada di Kabupaten Wajo[3]. Selain itu, tim ahli cagar budaya telah merekomendasikan penetapan beberapa lokasi di Tosora sebagai cagar budaya resmi[4].

Kesimpulan

Cagar budaya di Kabupaten Wajo memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya yang menarik. Namun, keberhasilan pengelolaannya bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa warisan budaya ini dapat dilestarikan bagi generasi mendatang. Dengan perencanaan yang tepat dan dukungan penuh dari semua pihak, kawasan seperti Situs Tosora dapat menjadi pusat kebudayaan yang tidak hanya mempertahankan sejarah tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.

Rujukan

[1] https://repositori.kemdikbud.go.id/8215/1/SITUS%20TOSORA%20SEBAGAI%20KAWASAN%20CAGAR%20BUDAYA%20DIKABUPATEN%20WAJO.pdf

[2] https://peraturan.infoasn.id/kabupaten/peraturan-daerah-kabupaten-wajo-nomor-12-tahun-2013/

[3] https://beritasulsel.com/baca/telusur-dan-penjejakan-sejarah-objek-diduga-cagar-budaya-di-wajo

[4] https://wajoterkini.com/tiga-lokasi-di-tosora-ditetapkan-jadi-cagar-budaya/

[5] https://www.liputan6.com/islami/read/5197893/kisah-masjid-tua-tosora-wajo-yang-didirikan-cucu-rasulullah-saw-di-sulsel

Minggu, 01 Desember 2024

Penetapan Cagar budaya di Kabupaten Wajo

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi, tantangan, dan strategi pelestarian objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo. Penelitian ini berfokus pada objek budaya seperti Makam La Maddukkelleng, rumah adat Saoraja, dan Sentra Tenun Sutra. Pendekatan kualitatif digunakan dengan metode studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan objek-objek tersebut memiliki nilai sejarah, sosial, dan ekonomi yang tinggi. Namun, tantangan utama meliputi minimnya anggaran, kurangnya kesadaran masyarakat, serta belum optimalnya kebijakan pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut, strategi yang diusulkan meliputi edukasi masyarakat, penguatan regulasi, kolaborasi dengan pihak swasta, dan digitalisasi objek budaya. Penelitian ini menegaskan bahwa pelestarian cagar budaya dapat memberikan manfaat berkelanjutan jika dikelola dengan pendekatan yang integratif.

 

Kata Kunci: Pelestarian Budaya, Objek Pemajuan Kebudayaan, Kabupaten Wajo, Cagar Budaya, Strategi Pengembangan

 

Abstract

This study aims to analyze the potential, challenges, and strategies for preserving cultural advancement objects in Wajo Regency. The research focuses on cultural heritage such as La Maddukkelleng's Tomb, Saoraja traditional house, and Silk Weaving Center. A qualitative approach was applied using literature studies, observation, and in-depth interviews. The findings reveal that these cultural objects possess significant historical, social, and economic values. However, the main challenges include limited funding, low public awareness, and suboptimal government policies. To address these issues, the proposed strategies include public education, regulatory reinforcement, collaboration with private sectors, and digitalization of cultural objects. This study emphasizes that the preservation of cultural heritage can provide sustainable benefits if managed with an integrative approach.

Keywords: Cultural Preservation, Cultural Advancement Objects, Wajo Regency, Cultural Heritage, Development Strategies

 

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Wajo, yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki kekayaan sejarah dan budaya yang sangat beragam. Sebagai salah satu daerah dengan akar budaya Bugis yang kuat, Wajo memiliki berbagai situs, tradisi, dan artefak budaya yang mencerminkan identitas masyarakatnya. Pentingnya pelestarian warisan budaya ini tidak hanya untuk menjaga nilai sejarah, tetapi juga untuk mendukung pengembangan pariwisata berbasis budaya yang berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menekankan pentingnya identifikasi, pelestarian, dan pemanfaatan objek cagar budaya sebagai bagian dari warisan nasional. Namun, hingga saat ini, proses penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo masih menghadapi berbagai kendala, seperti kurangnya pendataan objek budaya, minimnya kesadaran masyarakat, dan keterbatasan anggaran.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tantangan tersebut dengan mengidentifikasi objek budaya yang layak ditetapkan sebagai cagar budaya, menganalisis proses penetapan, serta merumuskan strategi pelestarian yang lebih efektif.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini mengangkat tiga pertanyaan utama:

  1. Apa saja objek budaya di Kabupaten Wajo yang memiliki potensi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya?
  2. Bagaimana proses penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo saat ini?
  3. Apa saja tantangan yang dihadapi dan bagaimana strategi yang dapat diambil untuk mengatasinya?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Mengidentifikasi objek budaya di Kabupaten Wajo yang memiliki potensi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.
  2. Menganalisis mekanisme penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo berdasarkan kerangka hukum dan kebijakan yang berlaku.
  3. Merumuskan rekomendasi untuk memperkuat upaya pelestarian cagar budaya di Kabupaten Wajo.

1.4 Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Akademis:
    • Menambah referensi ilmiah terkait pelestarian cagar budaya di Indonesia, khususnya di Kabupaten Wajo.
  2. Manfaat Praktis:
    • Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan untuk memperbaiki kebijakan dan mekanisme penetapan cagar budaya.
  3. Manfaat Sosial:
    • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian warisan budaya untuk generasi mendatang.

 

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Cagar Budaya

Cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat kebendaan yang perlu dilindungi keberadaannya karena memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya mencakup benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah berusia minimal 50 tahun atau memiliki nilai penting dalam sejarah maupun kebudayaan.

Penetapan suatu objek sebagai cagar budaya dilakukan melalui mekanisme yang melibatkan kajian akademis, pelibatan masyarakat, dan keputusan oleh instansi yang berwenang. Tujuan utamanya adalah memastikan keberlangsungan warisan budaya tersebut bagi generasi mendatang serta mengintegrasikan pelestariannya dalam pengelolaan wilayah dan pengembangan ekonomi.

2.2 Peran Cagar Budaya dalam Pelestarian Kebudayaan

Pelestarian cagar budaya tidak hanya bertujuan untuk menjaga fisik benda-benda bersejarah, tetapi juga memelihara nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pelestarian ini berperan dalam:

  1. Melestarikan Identitas Lokal: Cagar budaya menjadi simbol sejarah yang mencerminkan identitas suatu masyarakat atau wilayah.
  2. Pengembangan Pariwisata: Cagar budaya sering menjadi daya tarik wisata yang mendukung perekonomian daerah.
  3. Pendidikan dan Penelitian: Sebagai sumber belajar tentang sejarah, budaya, dan perkembangan peradaban.

2.3 Konteks Kabupaten Wajo sebagai Daerah Kaya Warisan Budaya

Kabupaten Wajo memiliki potensi besar dalam penetapan cagar budaya karena keberadaan berbagai situs bersejarah, tradisi, dan benda budaya yang unik. Beberapa warisan budaya di Wajo yang memiliki nilai sejarah tinggi meliputi:

  • Makam Raja dan Tokoh Sejarah Bugis, seperti La Maddukkelleng, yang menjadi simbol perlawanan terhadap penjajah.
  • Tradisi Tenun Sutra Sengkang, yang mencerminkan keahlian lokal dalam seni tekstil.
  • Situs Sejarah dan Bangunan Kuno, seperti rumah adat Bugis yang masih terpelihara di beberapa desa.

Selain itu, Kabupaten Wajo juga dikenal dengan cerita epik La Galigo, yang merupakan karya sastra tradisional Bugis yang telah diakui UNESCO sebagai Memory of the World.

2.4 Penetapan Cagar Budaya di Indonesia

Proses penetapan cagar budaya di Indonesia melibatkan tahapan berikut:

  1. Inventarisasi dan Identifikasi Objek Budaya
    • Penelitian mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi objek yang memenuhi kriteria sebagai cagar budaya.
  2. Penilaian dan Kajian Akademis
    • Ahli budaya dan sejarah dilibatkan untuk mengkaji nilai penting suatu objek berdasarkan sejarah, estetika, dan ilmu pengetahuan.
  3. Penetapan oleh Pemerintah
    • Berdasarkan hasil kajian, pemerintah daerah atau nasional menetapkan objek tersebut sebagai cagar budaya.

Sebagai perbandingan, beberapa daerah lain di Indonesia telah berhasil menetapkan cagar budaya yang mendukung pengembangan pariwisata lokal, seperti Kota Tua Jakarta dan Kawasan Benteng Rotterdam di Makassar.

2.5 Tantangan dalam Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian cagar budaya menghadapi berbagai tantangan, termasuk:

  1. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
    • Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya menjaga cagar budaya.
  2. Keterbatasan Anggaran dan Sumber Daya
    • Pemeliharaan cagar budaya memerlukan biaya besar yang sering kali menjadi kendala bagi pemerintah daerah.
  3. Tekanan Modernisasi dan Alih Fungsi Lahan
    • Perkembangan infrastruktur dan kebutuhan ekonomi kadang-kadang mengancam keberadaan cagar budaya.

BAB 3: METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan dan menganalisis penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo. Pendekatan ini dipilih karena bertujuan untuk memahami fenomena secara mendalam, termasuk identifikasi objek budaya, analisis kebijakan, serta tantangan dan peluang dalam proses pelestarian cagar budaya.

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi objek cagar budaya seperti:

  1. Kawasan situs sejarah (contoh: makam La Maddukkelleng).
  2. Desa-desa yang masih mempertahankan rumah adat Bugis.
  3. Sentra kerajinan tradisional seperti Tenun Sutra Sengkang.

Subjek penelitian meliputi:

  • Pemerintah daerah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
  • Para ahli budaya dan sejarah di Kabupaten Wajo.
  • Masyarakat lokal yang memiliki peran dalam pelestarian budaya.

3.3 Jenis dan Sumber Data

  1. Data Primer
    • Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan kunci, seperti pejabat dinas kebudayaan, tokoh adat, dan sejarawan lokal.
    • Observasi langsung di lokasi objek budaya untuk memahami kondisi fisik dan status pelestarian objek.
  2. Data Sekunder
    • Dokumen resmi, seperti regulasi terkait cagar budaya (contoh: UU No. 11 Tahun 2010) dan peraturan daerah tentang kebudayaan.
    • Literatur dan penelitian sebelumnya yang relevan, termasuk artikel jurnal, buku, dan laporan pemerintah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

  1. Wawancara Mendalam
    Dilakukan untuk menggali informasi terkait:
    • Proses identifikasi dan penetapan cagar budaya.
    • Hambatan yang dihadapi dalam pelestarian cagar budaya.
    • Peran masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga warisan budaya.
  2. Observasi Lapangan
    • Mengamati langsung objek budaya yang potensial, seperti kondisi fisik situs sejarah, praktik tradisional, dan aktivitas masyarakat lokal.
  3. Dokumentasi
    • Pengumpulan foto, video, atau dokumen terkait objek budaya dan proses pelestariannya.
  4. Studi Literatur
    • Analisis terhadap teori, kebijakan, dan praktik pelestarian cagar budaya di Indonesia dan daerah lain sebagai pembanding.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis tematik dengan langkah-langkah berikut:

  1. Reduksi Data
    • Memilah data yang relevan sesuai dengan fokus penelitian, seperti data tentang objek budaya, kebijakan, dan tantangan pelestarian.
  2. Klasifikasi Data
    • Mengelompokkan data berdasarkan tema utama, seperti identifikasi objek, proses penetapan, dan tantangan pelestarian.
  3. Interpretasi Data
    • Memberikan makna pada data yang telah dikelompokkan, seperti menjelaskan hubungan antara kebijakan pemerintah dan keberhasilan pelestarian budaya.
  4. Penyajian Data
    • Data disajikan dalam bentuk narasi deskriptif dengan mendukungnya melalui tabel, gambar, atau grafik jika diperlukan.

3.6 Validitas Data

Untuk memastikan keakuratan dan kredibilitas data, penelitian ini menerapkan:

  1. Triangulasi Sumber
    • Membandingkan informasi dari berbagai sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumen resmi.
  2. Uji Kredibilitas
    • Melibatkan ahli budaya lokal untuk mengonfirmasi temuan penelitian.
  3. Uji Transferabilitas
    • Mengkaji sejauh mana hasil penelitian dapat diaplikasikan pada konteks serupa di wilayah lain.

3.7 Kerangka Operasional Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk menjawab tujuan utama melalui:

  • Identifikasi Objek Budaya: Menyusun daftar objek budaya di Kabupaten Wajo berdasarkan kriteria cagar budaya.
  • Proses Penetapan: Menganalisis tahapan dan kebijakan dalam menetapkan cagar budaya.
  • Tantangan dan Strategi: Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dan merumuskan solusi untuk pelestarian budaya.

BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Objek Cagar Budaya di Kabupaten Wajo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Wajo memiliki potensi besar untuk menetapkan berbagai objek budaya sebagai cagar budaya. Beberapa objek yang telah teridentifikasi meliputi:

  1. Makam La Maddukkelleng: Tempat bersejarah ini memiliki nilai sejarah tinggi karena terkait dengan tokoh pahlawan Bugis yang dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan pemimpin rakyat Wajo.
  2. Rumah Adat Bugis (Saoraja): Rumah tradisional khas Bugis di beberapa desa di Kabupaten Wajo masih dipertahankan oleh masyarakat lokal.
  3. Sentra Tenun Sutra Sengkang: Sebagai warisan tradisional, tenun sutra Wajo merupakan identitas budaya lokal yang sangat kuat.

Dari hasil observasi, banyak objek budaya yang belum mendapatkan perhatian maksimal, baik dari sisi pemeliharaan fisik maupun pengembangan sebagai destinasi wisata sejarah.

4.2 Analisis Proses Penetapan Cagar Budaya

Berdasarkan wawancara dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, proses penetapan cagar budaya menghadapi beberapa tahapan penting:

  1. Inventarisasi Objek Budaya: Langkah awal ini mencakup pengumpulan data objek yang dianggap memenuhi kriteria cagar budaya berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
  2. Verifikasi oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB): Setiap objek diverifikasi kelayakannya berdasarkan aspek sejarah, budaya, dan fisik.
  3. Pengusulan ke Pemerintah Pusat: Proses ini memerlukan dukungan dokumen yang lengkap serta persetujuan dari pemangku kepentingan lokal.

Namun, tahapan ini sering kali terkendala oleh kurangnya anggaran dan minimnya sumber daya manusia yang kompeten.

4.3 Tantangan dalam Pelestarian Cagar Budaya

  1. Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Masih ada masyarakat yang belum menyadari pentingnya pelestarian objek budaya. Hal ini menyebabkan sebagian situs budaya tidak terawat atau bahkan berpotensi hilang.
  2. Minimnya Dukungan Anggaran: Pelestarian cagar budaya memerlukan biaya besar, mulai dari restorasi hingga promosi sebagai destinasi wisata.
  3. Belum Optimalnya Kebijakan Lokal: Peraturan daerah tentang pelestarian budaya belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik.

4.4 Strategi Pengembangan dan Pelestarian

  1. Edukasi Masyarakat: Diperlukan program sosialisasi tentang pentingnya pelestarian budaya melalui pendidikan dan pelatihan masyarakat.
  2. Penguatan Kebijakan Lokal: Pemerintah daerah perlu memperkuat regulasi dan memberikan insentif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelestarian budaya.
  3. Kolaborasi dengan Pihak Swasta: Kerja sama dengan sektor swasta untuk pengelolaan objek cagar budaya sebagai destinasi wisata dapat meningkatkan keberlanjutan pelestarian.
  4. Digitalisasi Cagar Budaya: Dokumentasi digital objek budaya dapat membantu mempromosikan warisan budaya Wajo di tingkat nasional maupun internasional.

4.5 Pembahasan

Berdasarkan temuan penelitian, pelestarian cagar budaya di Kabupaten Wajo memerlukan kolaborasi yang kuat antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Selain itu, pendekatan berbasis budaya lokal (local wisdom) juga harus dijadikan landasan utama dalam setiap kebijakan terkait pelestarian budaya. Strategi pelestarian yang berhasil akan memberikan manfaat jangka panjang, baik secara sosial, budaya, maupun ekonomi bagi Kabupaten Wajo.

 

BAB 5: PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Wajo memiliki potensi besar dalam pengembangan objek cagar budaya. Beberapa poin penting yang dapat dirangkum adalah:

  1. Keberadaan Objek Cagar Budaya: Objek-objek seperti Makam La Maddukkelleng, rumah adat Saoraja, dan Sentra Tenun Sutra merupakan bagian dari kekayaan budaya yang memiliki nilai sejarah dan sosial tinggi.
  2. Tantangan Pelestarian: Minimnya pemahaman masyarakat, keterbatasan anggaran, dan kurang optimalnya kebijakan lokal menjadi kendala utama dalam melestarikan cagar budaya.
  3. Strategi Pengembangan: Edukasi masyarakat, penguatan regulasi, kolaborasi dengan pihak swasta, dan digitalisasi objek budaya menjadi langkah strategis untuk mendukung pelestarian budaya di Kabupaten Wajo.

Melalui upaya yang terintegrasi, pelestarian cagar budaya ini diharapkan tidak hanya melindungi warisan budaya tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

5.2 Saran

  1. Bagi Pemerintah Daerah:
    • Mengalokasikan anggaran khusus untuk pelestarian cagar budaya.
    • Mengembangkan regulasi yang lebih tegas terkait perlindungan dan promosi objek cagar budaya.
  2. Bagi Masyarakat:
    • Aktif berpartisipasi dalam menjaga dan mempromosikan objek budaya.
    • Mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada generasi muda.
  3. Bagi Peneliti Selanjutnya:
    • Melakukan kajian lebih mendalam terkait pengaruh ekonomi dari pelestarian cagar budaya.
    • Mengembangkan metode promosi yang inovatif untuk meningkatkan daya tarik wisata budaya di Wajo.

Bab penutup ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam upaya melestarikan dan mengembangkan cagar budaya di Kabupaten Wajo. Langkah-langkah strategis yang telah disusun diharapkan dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan yang berkelanjutan.

 

Daftar Pustaka

Budiyanto, S. (2019). Pemajuan Kebudayaan di Indonesia: Tantangan dan Solusi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Gito, A., & Arofah, N. (2021). Strategi Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lestari, I. (2020). "Pengelolaan Objek Budaya dalam Konteks Pariwisata Berkelanjutan." Jurnal Pariwisata dan Budaya, 6(2), 105-115.

Mirahayuni, N. K. (2018). Abstraksi dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jurnal Linguistik Universitas Airlangga.

Sari, D. (2021). "Peran Masyarakat dalam Pelestarian Budaya Lokal di Kabupaten Wajo." Jurnal Budaya Indonesia, 3(1), 35-42.

Pemerintah Kabupaten Wajo. (2022). Rencana Induk Pembangunan Kebudayaan di Kabupaten Wajo 2022-2025. Sengkang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Wajo.

Suharto, A. (2017). "Digitalisasi Sebagai Strategi Pelestarian Cagar Budaya." Jurnal Teknologi dan Budaya, 12(3), 210-219.

UNESCO. (2003). Konvensi untuk Perlindungan dan Pemajuan Warisan Budaya Takbenda. Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

Bahan Analisis Terkait Objek Pemajuan Kebudayaan di Kabupaten Wajo


 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, serta tantangan yang dihadapi dalam pelestarian dan pengembangan budaya lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai objek kebudayaan, termasuk seni pertunjukan, tradisi adat, dan penggunaan bahasa lokal. Meskipun ada upaya untuk melestarikan kebudayaan, tantangan signifikan seperti pengaruh globalisasi dan kurangnya dukungan pemerintah masih menjadi hambatan. Penelitian ini sejalan dengan studi terdahulu yang menekankan pentingnya pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi modernisasi. Rekomendasi untuk pemangku kepentingan mencakup peningkatan dukungan pemerintah, pengembangan program pendidikan berbasis kearifan lokal, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan budaya. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.

Kata kunci: Pemajuan kebudayaan, Kabupaten Wajo, pelestarian budaya, globalisasi, kearifan lokal.

 

Abstract

This study aims to analyze the cultural advancement objects in Wajo Regency, South Sulawesi, and the challenges faced in preserving and developing local culture. A qualitative research method was employed, utilizing data collection through in-depth interviews, observations, and document studies. The findings indicate the presence of various cultural objects, including performing arts, traditional customs, and the use of local language. Despite efforts to preserve culture, significant challenges such as globalization and lack of government support remain obstacles. This research aligns with previous studies emphasizing the importance of local culture preservation in facing modernization challenges. Recommendations for stakeholders include enhancing government support, developing education programs based on local wisdom, and encouraging community involvement in cultural activities. These measures are expected to facilitate more effective and sustainable cultural advancement in Wajo Regency.

Keywords: Cultural advancement, Wajo Regency, cultural preservation, globalization, local wisdom.

1.      Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Pemajuan kebudayaan merupakan aspek penting dalam pembangunan suatu daerah, termasuk di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Kebudayaan tidak hanya mencakup seni dan tradisi, tetapi juga mencerminkan identitas masyarakat serta nilai-nilai yang dianut. Di Kabupaten Wajo, keberagaman budaya yang kaya, mulai dari bahasa, adat istiadat, hingga kesenian lokal, menjadi potensi yang sangat berharga untuk dikembangkan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pemajuan kebudayaan di daerah ini menghadapi berbagai tantangan. Globalisasi dan modernisasi sering kali mengancam keberlangsungan budaya lokal, di mana generasi muda lebih tertarik pada budaya asing dibandingkan dengan warisan budaya mereka sendiri. Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis mendalam mengenai objek-objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo agar dapat merumuskan strategi yang tepat untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan lokal.

1.2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.        Apa saja objek pemajuan kebudayaan yang ada di Kabupaten Wajo?

2.        Bagaimana kondisi kebudayaan saat ini di Kabupaten Wajo?

3.       Apa saja tantangan yang dihadapi dalam pemajuan kebudayaan di daerah ini?

1.3.       Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1.        Mengidentifikasi objek-objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo.

2.        Menganalisis kondisi kebudayaan saat ini serta tantangan yang dihadapi.

3.       Merumuskan rekomendasi strategis untuk pemajuan dan pelestarian kebudayaan di Kabupaten Wajo.

1.4.      Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, hasil penelitian dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai pemajuan kebudayaan, khususnya dalam konteks daerah. Sementara itu, secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan lembaga terkait dalam merancang program-program yang mendukung pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat Kabupaten Wajo dalam menjaga identitas budaya mereka.

2.     Tinjauan Pustaka

2.1.      Konsep Pemajuan Kebudayaan

Pemajuan kebudayaan dapat diartikan sebagai upaya sistematis untuk melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemajuan kebudayaan mencakup perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Ruang lingkup pemajuan kebudayaan meliputi berbagai aspek, seperti seni, tradisi, bahasa, dan pengetahuan lokal yang menjadi identitas suatu daerah. Hal ini penting untuk menjaga keberagaman budaya di tengah arus globalisasi yang semakin kuat. Pemajuan kebudayaan tidak hanya berfungsi untuk melestarikan warisan budaya, tetapi juga untuk memperkuat karakter masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan sosial (Saefullah, Syibromalisi, and Burhanudin 2023) (Damopolii, Achir, and Rahim 2023).

2.2.     Teori-teori Terkait

Beberapa teori yang relevan dengan pemajuan kebudayaan antara lain:

1.        Teori Ekologi Budaya: Teori ini menjelaskan hubungan antara manusia dan lingkungan budaya mereka. Dalam konteks pemajuan kebudayaan, teori ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan konservasi lingkungan (Saefullah et al. 2023).

2.       Teori Praktik Sosial: Teori ini dikemukakan oleh Pierre Bourdieu yang menyoroti bagaimana habitus (kebiasaan) individu dalam masyarakat mempengaruhi tindakan sosial mereka. Dalam konteks pemajuan kebudayaan, teori ini dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana praktik budaya dipertahankan atau diubah dalam masyarakat (Adiyanto 2021).

3.       Teori Kearifan Lokal: Teori ini menekankan pentingnya pengetahuan dan praktik tradisional yang telah ada dalam masyarakat lokal sebagai dasar untuk pengembangan kebudayaan yang berkelanjutan (Sitepu and Wedasantara 2023).

2.3.     Studi Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik pemajuan kebudayaan meliputi:

1.        Model Pelestarian Warisan Budaya: Penelitian ini membahas kontribusi pelestarian warisan budaya terhadap pemajuan kebudayaan dan penguatan karakter masyarakat. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya dan praktik tradisional dapat berkontribusi pada keberlanjutan identitas masyarakat (Saefullah et al. 2023).

2.       Sinkronisasi Peraturan Daerah dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan: Penelitian ini menganalisis keselarasan antara peraturan daerah mengenai pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan dengan undang-undang nasional. Temuan menunjukkan bahwa adanya perbedaan dalam konsep namun substansi peraturan daerah telah mengatur sebagian besar amanat undang-undang (Hendrik 2023).

3.       Efektivitas UU No 5 Tahun 2017: Studi ini menganalisis efektivitas undang-undang pemajuan kebudayaan dalam pelestarian budaya Indonesia. Penelitian tersebut menekankan perlunya evaluasi berkelanjutan terhadap implementasi undang-undang agar tujuan pelestarian dapat tercapai secara optimal (Damopolii et al. 2023).

Studi-studi tersebut memberikan landasan teoritis dan empiris yang kuat untuk penelitian tentang objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo, serta membantu memahami konteks dan tantangan yang dihadapi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal.

3.     Metodologi Penelitian

3.1.       Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo. Pendekatan kualitatif dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi perspektif, pengalaman, dan pandangan masyarakat lokal terkait kebudayaan mereka. Melalui metode ini, peneliti dapat menggali informasi yang lebih holistik dan kontekstual tentang kondisi kebudayaan saat ini serta tantangan yang dihadapi.

3.2.     Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wajo, yang terletak di Sulawesi Selatan. Kabupaten ini dikenal dengan keberagaman budayanya, termasuk seni, tradisi, dan bahasa lokal. Subjek penelitian terdiri dari berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, seniman lokal, dan generasi muda. Pemilihan subjek dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan memilih individu atau kelompok yang dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan objek pemajuan kebudayaan.

3.3.      Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui beberapa metode sebagai berikut:

1.      Wawancara Mendalam: Wawancara dilakukan dengan tokoh masyarakat, seniman, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendapatkan pandangan mereka mengenai pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo.

2.      Observasi: Peneliti melakukan observasi langsung terhadap praktik budaya yang berlangsung di masyarakat, seperti festival budaya, pertunjukan seni, dan kegiatan adat lainnya.

3.     Studi Dokumentasi: Peneliti juga mengumpulkan data dari dokumen-dokumen terkait kebudayaan, seperti laporan pemerintah, artikel jurnal, dan literatur lain yang relevan.

3.4.     Analisis Data

Data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis tematik.

·          Analisis Deskriptif: Digunakan untuk menggambarkan kondisi kebudayaan saat ini serta menjelaskan temuan dari hasil wawancara dan observasi secara rinci.

·          Analisis Tematik: Digunakan untuk mengidentifikasi tema-tema utama yang muncul dari data yang dikumpulkan. Dengan cara ini, peneliti dapat menemukan pola-pola dalam data yang berkaitan dengan objek pemajuan kebudayaan serta tantangan yang dihadapi oleh masyarakat.

Melalui metodologi ini, diharapkan penelitian dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo serta rekomendasi strategis untuk pengembangan ke depan.

4.     Hasil dan Pembahasan

4.1.      Deskripsi Data Temuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa objek pemajuan kebudayaan yang signifikan di Kabupaten Wajo. Melalui wawancara dan observasi, peneliti mengidentifikasi beberapa aspek penting sebagai berikut:

·          Kesenian Tradisional: Terdapat berbagai bentuk kesenian tradisional, seperti tari-tarian, musik, dan kerajinan tangan yang masih dilestarikan oleh masyarakat. Kegiatan seni ini sering kali diadakan dalam acara-acara adat dan festival budaya.

·          Bahasa dan Sastra Lokal: Bahasa daerah, yaitu bahasa Bugis, masih digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Selain itu, terdapat karya sastra lokal yang mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat Wajo.

·          Tradisi Adat: Masyarakat Wajo memiliki sejumlah tradisi adat yang kuat, seperti ritual pernikahan, upacara penyambutan tamu, dan perayaan hari-hari besar yang melibatkan partisipasi aktif dari berbagai kalangan masyarakat.

·          Potensi Wisata Budaya: Kabupaten Wajo memiliki potensi wisata budaya yang dapat dikembangkan, termasuk situs sejarah dan festival budaya yang menarik minat wisatawan.

4.2.     Analisis Hasil

Hasil temuan menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk memajukan kebudayaan di Kabupaten Wajo, tantangan signifikan tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah globalisasi, yang menyebabkan generasi muda lebih tertarik pada budaya pop dan teknologi modern daripada mempertahankan warisan budaya mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa globalisasi dapat mengancam keberlangsungan budaya lokal (Sitti Wahidah Masnani 2017).

Selain itu, kurangnya dukungan dari pemerintah dalam hal pendanaan dan promosi kegiatan budaya juga menjadi kendala. Penelitian menunjukkan bahwa promosi yang efektif sangat penting untuk menarik minat masyarakat terhadap kebudayaan lokal  (Kania, Rustiana, and Nugrahawati 2023). Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih baik untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemajuan kebudayaan.

4.3.     Perbandingan dengan Studi Terdahulu

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa studi terdahulu yang mengkaji pemajuan kebudayaan di berbagai daerah. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa pelestarian budaya lokal sangat dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat dalam kegiatan budaya (Firnanda 2023). Selain itu, penelitian oleh Suhita (2024) menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk kesadaran akan nilai-nilai budaya di kalangan generasi muda.

Dari perbandingan ini, dapat disimpulkan bahwa pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo memerlukan pendekatan yang melibatkan semua elemen masyarakat serta dukungan dari pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelestarian budaya lokal. Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pengembangan strategi pemajuan kebudayaan yang lebih efektif di Kabupaten Wajo.

5.     Kesimpulan dan Saran

Penelitian ini berhasil mengidentifikasi beberapa objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo, yang mencakup seni pertunjukan, tradisi adat, penggunaan bahasa lokal, dan kearifan lokal. Temuan menunjukkan bahwa meskipun terdapat upaya untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan, tantangan signifikan seperti pengaruh globalisasi dan kurangnya dukungan pemerintah masih menjadi hambatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi terdahulu yang menekankan pentingnya pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi tantangan modernisasi. Dengan demikian, pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo memerlukan strategi yang lebih terintegrasi dan melibatkan semua elemen masyarakat.

5.1.      Saran untuk Pemangku Kepentingan

Berdasarkan temuan penelitian, berikut adalah beberapa rekomendasi untuk pemangku kepentingan:

1.        Pemerintah Daerah:

·        Meningkatkan dukungan terhadap kegiatan budaya dengan menyediakan dana dan sumber daya yang cukup.

·        Mengembangkan program-program pelatihan bagi generasi muda untuk memahami dan melestarikan kebudayaan lokal.

·        Mendorong kolaborasi antara pemerintah dan komunitas lokal dalam merancang kegiatan budaya yang melibatkan partisipasi masyarakat.

2.        Lembaga Kebudayaan:

·         Mengadakan acara rutin yang mempromosikan seni dan tradisi lokal untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian budaya.

·         Membuat program pendidikan yang mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam kurikulum sekolah untuk membangun identitas budaya di kalangan siswa.

3.       Masyarakat:

·        Aktif berpartisipasi dalam kegiatan budaya lokal dan mendukung usaha pelestarian tradisi melalui keterlibatan langsung.

·        Meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai budaya melalui diskusi komunitas dan forum-forum budaya.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan, sehingga warisan budaya dapat dilestarikan untuk generasi mendatang.

 

6.     Daftar Pustaka

Adiyanto, Adiyanto. 2021. “Habitus Dan Praktik Aktor Dalam Arena Pemajuan Kebudayaan.” Biokultur.

Damopolii, Lutfi Salam, Nurvazria Achir, and Erman I. Rahim. 2023. “Analisis Efektifitas Uu No 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Dalam Pelestarian Kebudayaan Yang Ada Di Indonesia.” Journal of Comprehensive Science (JCS).

Firnanda, Lisa Lisa. 2023. “Unsur Kebudayaan Dalam Novel Hati Suhita Karya Khilma Anis Dengan Pendekatan Mimetik.” Buana Bastra.

Hendrik, Herman. 2023. “Sinkronisasi Perdais Yogyakarta Tentang Pemeliharaan Dan Pengembangan Kebudayaan Dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.” Inovasi.

Kania, Ikeu, Erna Rustiana, and Heni Nugrahawati. 2023. “Efektivitas Promosi Produk Wisata Di Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Garut.” Jurnal Pembangunan Dan Kebijakan Publik.

Saefullah, Asep, Arif Syibromalisi, and Dede Burhanudin. 2023. “Model Pelestarian Warisan Budaya, Konservasi Lingkungan, Dan Pemajuan Kebudayaan: Studi Atas Situs Taman Purbakala Cipari Kuningan.” Journal of Religious Policy.

Sitepu, Samuel Raskita, and Ida Bagus Oka Wedasantara. 2023. “Ngawan: Representasi Mata Pencarian Masyarakat Pesisir Desa Seraya Dalam Strategi Pemajuan Kebudayaan.” ENTITA: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Dan Ilmu-Ilmu Sosial.

Sitti Wahidah Masnani. 2017. “Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Dalam Meningkatkan Keaktiean Belajar Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Metode Penelitian Kebudayaan.”