Minggu, 01 Desember 2024

Penetapan Cagar budaya di Kabupaten Wajo

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi, tantangan, dan strategi pelestarian objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten Wajo. Penelitian ini berfokus pada objek budaya seperti Makam La Maddukkelleng, rumah adat Saoraja, dan Sentra Tenun Sutra. Pendekatan kualitatif digunakan dengan metode studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan objek-objek tersebut memiliki nilai sejarah, sosial, dan ekonomi yang tinggi. Namun, tantangan utama meliputi minimnya anggaran, kurangnya kesadaran masyarakat, serta belum optimalnya kebijakan pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut, strategi yang diusulkan meliputi edukasi masyarakat, penguatan regulasi, kolaborasi dengan pihak swasta, dan digitalisasi objek budaya. Penelitian ini menegaskan bahwa pelestarian cagar budaya dapat memberikan manfaat berkelanjutan jika dikelola dengan pendekatan yang integratif.

 

Kata Kunci: Pelestarian Budaya, Objek Pemajuan Kebudayaan, Kabupaten Wajo, Cagar Budaya, Strategi Pengembangan

 

Abstract

This study aims to analyze the potential, challenges, and strategies for preserving cultural advancement objects in Wajo Regency. The research focuses on cultural heritage such as La Maddukkelleng's Tomb, Saoraja traditional house, and Silk Weaving Center. A qualitative approach was applied using literature studies, observation, and in-depth interviews. The findings reveal that these cultural objects possess significant historical, social, and economic values. However, the main challenges include limited funding, low public awareness, and suboptimal government policies. To address these issues, the proposed strategies include public education, regulatory reinforcement, collaboration with private sectors, and digitalization of cultural objects. This study emphasizes that the preservation of cultural heritage can provide sustainable benefits if managed with an integrative approach.

Keywords: Cultural Preservation, Cultural Advancement Objects, Wajo Regency, Cultural Heritage, Development Strategies

 

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Wajo, yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki kekayaan sejarah dan budaya yang sangat beragam. Sebagai salah satu daerah dengan akar budaya Bugis yang kuat, Wajo memiliki berbagai situs, tradisi, dan artefak budaya yang mencerminkan identitas masyarakatnya. Pentingnya pelestarian warisan budaya ini tidak hanya untuk menjaga nilai sejarah, tetapi juga untuk mendukung pengembangan pariwisata berbasis budaya yang berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menekankan pentingnya identifikasi, pelestarian, dan pemanfaatan objek cagar budaya sebagai bagian dari warisan nasional. Namun, hingga saat ini, proses penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo masih menghadapi berbagai kendala, seperti kurangnya pendataan objek budaya, minimnya kesadaran masyarakat, dan keterbatasan anggaran.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tantangan tersebut dengan mengidentifikasi objek budaya yang layak ditetapkan sebagai cagar budaya, menganalisis proses penetapan, serta merumuskan strategi pelestarian yang lebih efektif.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini mengangkat tiga pertanyaan utama:

  1. Apa saja objek budaya di Kabupaten Wajo yang memiliki potensi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya?
  2. Bagaimana proses penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo saat ini?
  3. Apa saja tantangan yang dihadapi dan bagaimana strategi yang dapat diambil untuk mengatasinya?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Mengidentifikasi objek budaya di Kabupaten Wajo yang memiliki potensi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.
  2. Menganalisis mekanisme penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo berdasarkan kerangka hukum dan kebijakan yang berlaku.
  3. Merumuskan rekomendasi untuk memperkuat upaya pelestarian cagar budaya di Kabupaten Wajo.

1.4 Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Akademis:
    • Menambah referensi ilmiah terkait pelestarian cagar budaya di Indonesia, khususnya di Kabupaten Wajo.
  2. Manfaat Praktis:
    • Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan untuk memperbaiki kebijakan dan mekanisme penetapan cagar budaya.
  3. Manfaat Sosial:
    • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian warisan budaya untuk generasi mendatang.

 

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Cagar Budaya

Cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat kebendaan yang perlu dilindungi keberadaannya karena memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya mencakup benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah berusia minimal 50 tahun atau memiliki nilai penting dalam sejarah maupun kebudayaan.

Penetapan suatu objek sebagai cagar budaya dilakukan melalui mekanisme yang melibatkan kajian akademis, pelibatan masyarakat, dan keputusan oleh instansi yang berwenang. Tujuan utamanya adalah memastikan keberlangsungan warisan budaya tersebut bagi generasi mendatang serta mengintegrasikan pelestariannya dalam pengelolaan wilayah dan pengembangan ekonomi.

2.2 Peran Cagar Budaya dalam Pelestarian Kebudayaan

Pelestarian cagar budaya tidak hanya bertujuan untuk menjaga fisik benda-benda bersejarah, tetapi juga memelihara nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pelestarian ini berperan dalam:

  1. Melestarikan Identitas Lokal: Cagar budaya menjadi simbol sejarah yang mencerminkan identitas suatu masyarakat atau wilayah.
  2. Pengembangan Pariwisata: Cagar budaya sering menjadi daya tarik wisata yang mendukung perekonomian daerah.
  3. Pendidikan dan Penelitian: Sebagai sumber belajar tentang sejarah, budaya, dan perkembangan peradaban.

2.3 Konteks Kabupaten Wajo sebagai Daerah Kaya Warisan Budaya

Kabupaten Wajo memiliki potensi besar dalam penetapan cagar budaya karena keberadaan berbagai situs bersejarah, tradisi, dan benda budaya yang unik. Beberapa warisan budaya di Wajo yang memiliki nilai sejarah tinggi meliputi:

  • Makam Raja dan Tokoh Sejarah Bugis, seperti La Maddukkelleng, yang menjadi simbol perlawanan terhadap penjajah.
  • Tradisi Tenun Sutra Sengkang, yang mencerminkan keahlian lokal dalam seni tekstil.
  • Situs Sejarah dan Bangunan Kuno, seperti rumah adat Bugis yang masih terpelihara di beberapa desa.

Selain itu, Kabupaten Wajo juga dikenal dengan cerita epik La Galigo, yang merupakan karya sastra tradisional Bugis yang telah diakui UNESCO sebagai Memory of the World.

2.4 Penetapan Cagar Budaya di Indonesia

Proses penetapan cagar budaya di Indonesia melibatkan tahapan berikut:

  1. Inventarisasi dan Identifikasi Objek Budaya
    • Penelitian mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi objek yang memenuhi kriteria sebagai cagar budaya.
  2. Penilaian dan Kajian Akademis
    • Ahli budaya dan sejarah dilibatkan untuk mengkaji nilai penting suatu objek berdasarkan sejarah, estetika, dan ilmu pengetahuan.
  3. Penetapan oleh Pemerintah
    • Berdasarkan hasil kajian, pemerintah daerah atau nasional menetapkan objek tersebut sebagai cagar budaya.

Sebagai perbandingan, beberapa daerah lain di Indonesia telah berhasil menetapkan cagar budaya yang mendukung pengembangan pariwisata lokal, seperti Kota Tua Jakarta dan Kawasan Benteng Rotterdam di Makassar.

2.5 Tantangan dalam Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian cagar budaya menghadapi berbagai tantangan, termasuk:

  1. Kurangnya Kesadaran Masyarakat
    • Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya menjaga cagar budaya.
  2. Keterbatasan Anggaran dan Sumber Daya
    • Pemeliharaan cagar budaya memerlukan biaya besar yang sering kali menjadi kendala bagi pemerintah daerah.
  3. Tekanan Modernisasi dan Alih Fungsi Lahan
    • Perkembangan infrastruktur dan kebutuhan ekonomi kadang-kadang mengancam keberadaan cagar budaya.

BAB 3: METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan dan menganalisis penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo. Pendekatan ini dipilih karena bertujuan untuk memahami fenomena secara mendalam, termasuk identifikasi objek budaya, analisis kebijakan, serta tantangan dan peluang dalam proses pelestarian cagar budaya.

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi objek cagar budaya seperti:

  1. Kawasan situs sejarah (contoh: makam La Maddukkelleng).
  2. Desa-desa yang masih mempertahankan rumah adat Bugis.
  3. Sentra kerajinan tradisional seperti Tenun Sutra Sengkang.

Subjek penelitian meliputi:

  • Pemerintah daerah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
  • Para ahli budaya dan sejarah di Kabupaten Wajo.
  • Masyarakat lokal yang memiliki peran dalam pelestarian budaya.

3.3 Jenis dan Sumber Data

  1. Data Primer
    • Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan kunci, seperti pejabat dinas kebudayaan, tokoh adat, dan sejarawan lokal.
    • Observasi langsung di lokasi objek budaya untuk memahami kondisi fisik dan status pelestarian objek.
  2. Data Sekunder
    • Dokumen resmi, seperti regulasi terkait cagar budaya (contoh: UU No. 11 Tahun 2010) dan peraturan daerah tentang kebudayaan.
    • Literatur dan penelitian sebelumnya yang relevan, termasuk artikel jurnal, buku, dan laporan pemerintah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

  1. Wawancara Mendalam
    Dilakukan untuk menggali informasi terkait:
    • Proses identifikasi dan penetapan cagar budaya.
    • Hambatan yang dihadapi dalam pelestarian cagar budaya.
    • Peran masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga warisan budaya.
  2. Observasi Lapangan
    • Mengamati langsung objek budaya yang potensial, seperti kondisi fisik situs sejarah, praktik tradisional, dan aktivitas masyarakat lokal.
  3. Dokumentasi
    • Pengumpulan foto, video, atau dokumen terkait objek budaya dan proses pelestariannya.
  4. Studi Literatur
    • Analisis terhadap teori, kebijakan, dan praktik pelestarian cagar budaya di Indonesia dan daerah lain sebagai pembanding.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis tematik dengan langkah-langkah berikut:

  1. Reduksi Data
    • Memilah data yang relevan sesuai dengan fokus penelitian, seperti data tentang objek budaya, kebijakan, dan tantangan pelestarian.
  2. Klasifikasi Data
    • Mengelompokkan data berdasarkan tema utama, seperti identifikasi objek, proses penetapan, dan tantangan pelestarian.
  3. Interpretasi Data
    • Memberikan makna pada data yang telah dikelompokkan, seperti menjelaskan hubungan antara kebijakan pemerintah dan keberhasilan pelestarian budaya.
  4. Penyajian Data
    • Data disajikan dalam bentuk narasi deskriptif dengan mendukungnya melalui tabel, gambar, atau grafik jika diperlukan.

3.6 Validitas Data

Untuk memastikan keakuratan dan kredibilitas data, penelitian ini menerapkan:

  1. Triangulasi Sumber
    • Membandingkan informasi dari berbagai sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumen resmi.
  2. Uji Kredibilitas
    • Melibatkan ahli budaya lokal untuk mengonfirmasi temuan penelitian.
  3. Uji Transferabilitas
    • Mengkaji sejauh mana hasil penelitian dapat diaplikasikan pada konteks serupa di wilayah lain.

3.7 Kerangka Operasional Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk menjawab tujuan utama melalui:

  • Identifikasi Objek Budaya: Menyusun daftar objek budaya di Kabupaten Wajo berdasarkan kriteria cagar budaya.
  • Proses Penetapan: Menganalisis tahapan dan kebijakan dalam menetapkan cagar budaya.
  • Tantangan dan Strategi: Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dan merumuskan solusi untuk pelestarian budaya.

BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Objek Cagar Budaya di Kabupaten Wajo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Wajo memiliki potensi besar untuk menetapkan berbagai objek budaya sebagai cagar budaya. Beberapa objek yang telah teridentifikasi meliputi:

  1. Makam La Maddukkelleng: Tempat bersejarah ini memiliki nilai sejarah tinggi karena terkait dengan tokoh pahlawan Bugis yang dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan pemimpin rakyat Wajo.
  2. Rumah Adat Bugis (Saoraja): Rumah tradisional khas Bugis di beberapa desa di Kabupaten Wajo masih dipertahankan oleh masyarakat lokal.
  3. Sentra Tenun Sutra Sengkang: Sebagai warisan tradisional, tenun sutra Wajo merupakan identitas budaya lokal yang sangat kuat.

Dari hasil observasi, banyak objek budaya yang belum mendapatkan perhatian maksimal, baik dari sisi pemeliharaan fisik maupun pengembangan sebagai destinasi wisata sejarah.

4.2 Analisis Proses Penetapan Cagar Budaya

Berdasarkan wawancara dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, proses penetapan cagar budaya menghadapi beberapa tahapan penting:

  1. Inventarisasi Objek Budaya: Langkah awal ini mencakup pengumpulan data objek yang dianggap memenuhi kriteria cagar budaya berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
  2. Verifikasi oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB): Setiap objek diverifikasi kelayakannya berdasarkan aspek sejarah, budaya, dan fisik.
  3. Pengusulan ke Pemerintah Pusat: Proses ini memerlukan dukungan dokumen yang lengkap serta persetujuan dari pemangku kepentingan lokal.

Namun, tahapan ini sering kali terkendala oleh kurangnya anggaran dan minimnya sumber daya manusia yang kompeten.

4.3 Tantangan dalam Pelestarian Cagar Budaya

  1. Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Masih ada masyarakat yang belum menyadari pentingnya pelestarian objek budaya. Hal ini menyebabkan sebagian situs budaya tidak terawat atau bahkan berpotensi hilang.
  2. Minimnya Dukungan Anggaran: Pelestarian cagar budaya memerlukan biaya besar, mulai dari restorasi hingga promosi sebagai destinasi wisata.
  3. Belum Optimalnya Kebijakan Lokal: Peraturan daerah tentang pelestarian budaya belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik.

4.4 Strategi Pengembangan dan Pelestarian

  1. Edukasi Masyarakat: Diperlukan program sosialisasi tentang pentingnya pelestarian budaya melalui pendidikan dan pelatihan masyarakat.
  2. Penguatan Kebijakan Lokal: Pemerintah daerah perlu memperkuat regulasi dan memberikan insentif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelestarian budaya.
  3. Kolaborasi dengan Pihak Swasta: Kerja sama dengan sektor swasta untuk pengelolaan objek cagar budaya sebagai destinasi wisata dapat meningkatkan keberlanjutan pelestarian.
  4. Digitalisasi Cagar Budaya: Dokumentasi digital objek budaya dapat membantu mempromosikan warisan budaya Wajo di tingkat nasional maupun internasional.

4.5 Pembahasan

Berdasarkan temuan penelitian, pelestarian cagar budaya di Kabupaten Wajo memerlukan kolaborasi yang kuat antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Selain itu, pendekatan berbasis budaya lokal (local wisdom) juga harus dijadikan landasan utama dalam setiap kebijakan terkait pelestarian budaya. Strategi pelestarian yang berhasil akan memberikan manfaat jangka panjang, baik secara sosial, budaya, maupun ekonomi bagi Kabupaten Wajo.

 

BAB 5: PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Wajo memiliki potensi besar dalam pengembangan objek cagar budaya. Beberapa poin penting yang dapat dirangkum adalah:

  1. Keberadaan Objek Cagar Budaya: Objek-objek seperti Makam La Maddukkelleng, rumah adat Saoraja, dan Sentra Tenun Sutra merupakan bagian dari kekayaan budaya yang memiliki nilai sejarah dan sosial tinggi.
  2. Tantangan Pelestarian: Minimnya pemahaman masyarakat, keterbatasan anggaran, dan kurang optimalnya kebijakan lokal menjadi kendala utama dalam melestarikan cagar budaya.
  3. Strategi Pengembangan: Edukasi masyarakat, penguatan regulasi, kolaborasi dengan pihak swasta, dan digitalisasi objek budaya menjadi langkah strategis untuk mendukung pelestarian budaya di Kabupaten Wajo.

Melalui upaya yang terintegrasi, pelestarian cagar budaya ini diharapkan tidak hanya melindungi warisan budaya tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

5.2 Saran

  1. Bagi Pemerintah Daerah:
    • Mengalokasikan anggaran khusus untuk pelestarian cagar budaya.
    • Mengembangkan regulasi yang lebih tegas terkait perlindungan dan promosi objek cagar budaya.
  2. Bagi Masyarakat:
    • Aktif berpartisipasi dalam menjaga dan mempromosikan objek budaya.
    • Mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada generasi muda.
  3. Bagi Peneliti Selanjutnya:
    • Melakukan kajian lebih mendalam terkait pengaruh ekonomi dari pelestarian cagar budaya.
    • Mengembangkan metode promosi yang inovatif untuk meningkatkan daya tarik wisata budaya di Wajo.

Bab penutup ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam upaya melestarikan dan mengembangkan cagar budaya di Kabupaten Wajo. Langkah-langkah strategis yang telah disusun diharapkan dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan yang berkelanjutan.

 

Daftar Pustaka

Budiyanto, S. (2019). Pemajuan Kebudayaan di Indonesia: Tantangan dan Solusi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Gito, A., & Arofah, N. (2021). Strategi Pelestarian Cagar Budaya di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lestari, I. (2020). "Pengelolaan Objek Budaya dalam Konteks Pariwisata Berkelanjutan." Jurnal Pariwisata dan Budaya, 6(2), 105-115.

Mirahayuni, N. K. (2018). Abstraksi dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jurnal Linguistik Universitas Airlangga.

Sari, D. (2021). "Peran Masyarakat dalam Pelestarian Budaya Lokal di Kabupaten Wajo." Jurnal Budaya Indonesia, 3(1), 35-42.

Pemerintah Kabupaten Wajo. (2022). Rencana Induk Pembangunan Kebudayaan di Kabupaten Wajo 2022-2025. Sengkang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Wajo.

Suharto, A. (2017). "Digitalisasi Sebagai Strategi Pelestarian Cagar Budaya." Jurnal Teknologi dan Budaya, 12(3), 210-219.

UNESCO. (2003). Konvensi untuk Perlindungan dan Pemajuan Warisan Budaya Takbenda. Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar