Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi,
tantangan, dan strategi pelestarian objek pemajuan kebudayaan di Kabupaten
Wajo. Penelitian ini berfokus pada objek budaya seperti Makam La Maddukkelleng,
rumah adat Saoraja, dan Sentra Tenun Sutra. Pendekatan kualitatif digunakan
dengan metode studi literatur, observasi, dan wawancara mendalam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberadaan objek-objek tersebut memiliki nilai
sejarah, sosial, dan ekonomi yang tinggi. Namun, tantangan utama meliputi minimnya
anggaran, kurangnya kesadaran masyarakat, serta belum optimalnya kebijakan
pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut, strategi yang diusulkan meliputi
edukasi masyarakat, penguatan regulasi, kolaborasi dengan pihak swasta, dan
digitalisasi objek budaya. Penelitian ini menegaskan bahwa pelestarian cagar
budaya dapat memberikan manfaat berkelanjutan jika dikelola dengan pendekatan
yang integratif.
Kata Kunci: Pelestarian Budaya, Objek Pemajuan Kebudayaan,
Kabupaten Wajo, Cagar Budaya, Strategi Pengembangan
Abstract
This study aims to analyze the potential, challenges, and
strategies for preserving cultural advancement objects in Wajo Regency. The
research focuses on cultural heritage such as La Maddukkelleng's Tomb, Saoraja
traditional house, and Silk Weaving Center. A qualitative approach was applied
using literature studies, observation, and in-depth interviews. The findings
reveal that these cultural objects possess significant historical, social, and
economic values. However, the main challenges include limited funding, low
public awareness, and suboptimal government policies. To address these issues,
the proposed strategies include public education, regulatory reinforcement,
collaboration with private sectors, and digitalization of cultural objects.
This study emphasizes that the preservation of cultural heritage can provide
sustainable benefits if managed with an integrative approach.
Keywords: Cultural Preservation, Cultural Advancement
Objects, Wajo Regency, Cultural Heritage, Development Strategies
BAB 1: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Wajo, yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan,
memiliki kekayaan sejarah dan budaya yang sangat beragam. Sebagai salah satu
daerah dengan akar budaya Bugis yang kuat, Wajo memiliki berbagai situs,
tradisi, dan artefak budaya yang mencerminkan identitas masyarakatnya.
Pentingnya pelestarian warisan budaya ini tidak hanya untuk menjaga nilai
sejarah, tetapi juga untuk mendukung pengembangan pariwisata berbasis budaya
yang berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
menekankan pentingnya identifikasi, pelestarian, dan pemanfaatan objek cagar
budaya sebagai bagian dari warisan nasional. Namun, hingga saat ini, proses
penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo masih menghadapi berbagai kendala,
seperti kurangnya pendataan objek budaya, minimnya kesadaran masyarakat, dan
keterbatasan anggaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tantangan tersebut
dengan mengidentifikasi objek budaya yang layak ditetapkan sebagai cagar
budaya, menganalisis proses penetapan, serta merumuskan strategi pelestarian
yang lebih efektif.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini mengangkat tiga pertanyaan utama:
- Apa
saja objek budaya di Kabupaten Wajo yang memiliki potensi untuk ditetapkan
sebagai cagar budaya?
- Bagaimana
proses penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo saat ini?
- Apa
saja tantangan yang dihadapi dan bagaimana strategi yang dapat diambil
untuk mengatasinya?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengidentifikasi
objek budaya di Kabupaten Wajo yang memiliki potensi untuk ditetapkan
sebagai cagar budaya.
- Menganalisis
mekanisme penetapan cagar budaya di Kabupaten Wajo berdasarkan kerangka
hukum dan kebijakan yang berlaku.
- Merumuskan
rekomendasi untuk memperkuat upaya pelestarian cagar budaya di Kabupaten
Wajo.
1.4 Manfaat Penelitian
- Manfaat
Akademis:
- Menambah
referensi ilmiah terkait pelestarian cagar budaya di Indonesia, khususnya
di Kabupaten Wajo.
- Manfaat
Praktis:
- Memberikan
masukan kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan untuk
memperbaiki kebijakan dan mekanisme penetapan cagar budaya.
- Manfaat
Sosial:
- Meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian warisan budaya untuk
generasi mendatang.
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Cagar Budaya
Cagar budaya merupakan warisan budaya bersifat
kebendaan yang perlu dilindungi keberadaannya karena memiliki nilai sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Berdasarkan UU No.
11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya mencakup benda, bangunan,
struktur, situs, dan kawasan yang telah berusia minimal 50 tahun atau memiliki
nilai penting dalam sejarah maupun kebudayaan.
Penetapan suatu objek sebagai cagar budaya dilakukan melalui
mekanisme yang melibatkan kajian akademis, pelibatan masyarakat, dan keputusan
oleh instansi yang berwenang. Tujuan utamanya adalah memastikan keberlangsungan
warisan budaya tersebut bagi generasi mendatang serta mengintegrasikan
pelestariannya dalam pengelolaan wilayah dan pengembangan ekonomi.
2.2 Peran Cagar Budaya dalam Pelestarian Kebudayaan
Pelestarian cagar budaya tidak hanya bertujuan untuk menjaga
fisik benda-benda bersejarah, tetapi juga memelihara nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Pelestarian ini berperan dalam:
- Melestarikan
Identitas Lokal: Cagar budaya menjadi simbol sejarah yang mencerminkan
identitas suatu masyarakat atau wilayah.
- Pengembangan
Pariwisata: Cagar budaya sering menjadi daya tarik wisata yang
mendukung perekonomian daerah.
- Pendidikan
dan Penelitian: Sebagai sumber belajar tentang sejarah, budaya, dan
perkembangan peradaban.
2.3 Konteks Kabupaten Wajo sebagai Daerah Kaya Warisan
Budaya
Kabupaten Wajo memiliki potensi besar dalam penetapan cagar
budaya karena keberadaan berbagai situs bersejarah, tradisi, dan benda budaya
yang unik. Beberapa warisan budaya di Wajo yang memiliki nilai sejarah tinggi
meliputi:
- Makam
Raja dan Tokoh Sejarah Bugis, seperti La Maddukkelleng, yang menjadi
simbol perlawanan terhadap penjajah.
- Tradisi
Tenun Sutra Sengkang, yang mencerminkan keahlian lokal dalam seni
tekstil.
- Situs
Sejarah dan Bangunan Kuno, seperti rumah adat Bugis yang masih
terpelihara di beberapa desa.
Selain itu, Kabupaten Wajo juga dikenal dengan cerita epik La
Galigo, yang merupakan karya sastra tradisional Bugis yang telah diakui
UNESCO sebagai Memory of the World.
2.4 Penetapan Cagar Budaya di Indonesia
Proses penetapan cagar budaya di Indonesia melibatkan
tahapan berikut:
- Inventarisasi
dan Identifikasi Objek Budaya
- Penelitian
mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi objek yang memenuhi kriteria
sebagai cagar budaya.
- Penilaian
dan Kajian Akademis
- Ahli
budaya dan sejarah dilibatkan untuk mengkaji nilai penting suatu objek
berdasarkan sejarah, estetika, dan ilmu pengetahuan.
- Penetapan
oleh Pemerintah
- Berdasarkan
hasil kajian, pemerintah daerah atau nasional menetapkan objek tersebut
sebagai cagar budaya.
Sebagai perbandingan, beberapa daerah lain di Indonesia
telah berhasil menetapkan cagar budaya yang mendukung pengembangan pariwisata
lokal, seperti Kota Tua Jakarta dan Kawasan Benteng Rotterdam di Makassar.
2.5 Tantangan dalam Pelestarian Cagar Budaya
Pelestarian cagar budaya menghadapi berbagai tantangan,
termasuk:
- Kurangnya
Kesadaran Masyarakat
- Banyak
masyarakat yang belum memahami pentingnya menjaga cagar budaya.
- Keterbatasan
Anggaran dan Sumber Daya
- Pemeliharaan
cagar budaya memerlukan biaya besar yang sering kali menjadi kendala bagi
pemerintah daerah.
- Tekanan
Modernisasi dan Alih Fungsi Lahan
- Perkembangan
infrastruktur dan kebutuhan ekonomi kadang-kadang mengancam keberadaan
cagar budaya.
BAB 3: METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif untuk menggambarkan dan menganalisis penetapan cagar budaya di
Kabupaten Wajo. Pendekatan ini dipilih karena bertujuan untuk memahami fenomena
secara mendalam, termasuk identifikasi objek budaya, analisis kebijakan, serta
tantangan dan peluang dalam proses pelestarian cagar budaya.
3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian difokuskan di Kabupaten Wajo, Sulawesi
Selatan, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi objek cagar budaya
seperti:
- Kawasan
situs sejarah (contoh: makam La Maddukkelleng).
- Desa-desa
yang masih mempertahankan rumah adat Bugis.
- Sentra
kerajinan tradisional seperti Tenun Sutra Sengkang.
Subjek penelitian meliputi:
- Pemerintah
daerah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
- Para
ahli budaya dan sejarah di Kabupaten Wajo.
- Masyarakat
lokal yang memiliki peran dalam pelestarian budaya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
- Data
Primer
- Data
diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan kunci, seperti
pejabat dinas kebudayaan, tokoh adat, dan sejarawan lokal.
- Observasi
langsung di lokasi objek budaya untuk memahami kondisi fisik dan status
pelestarian objek.
- Data
Sekunder
- Dokumen
resmi, seperti regulasi terkait cagar budaya (contoh: UU No. 11 Tahun
2010) dan peraturan daerah tentang kebudayaan.
- Literatur
dan penelitian sebelumnya yang relevan, termasuk artikel jurnal, buku,
dan laporan pemerintah.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
- Wawancara
Mendalam
Dilakukan untuk menggali informasi terkait: - Proses
identifikasi dan penetapan cagar budaya.
- Hambatan
yang dihadapi dalam pelestarian cagar budaya.
- Peran
masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga warisan budaya.
- Observasi
Lapangan
- Mengamati
langsung objek budaya yang potensial, seperti kondisi fisik situs
sejarah, praktik tradisional, dan aktivitas masyarakat lokal.
- Dokumentasi
- Pengumpulan
foto, video, atau dokumen terkait objek budaya dan proses pelestariannya.
- Studi
Literatur
- Analisis
terhadap teori, kebijakan, dan praktik pelestarian cagar budaya di
Indonesia dan daerah lain sebagai pembanding.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode
analisis tematik dengan langkah-langkah berikut:
- Reduksi
Data
- Memilah
data yang relevan sesuai dengan fokus penelitian, seperti data tentang
objek budaya, kebijakan, dan tantangan pelestarian.
- Klasifikasi
Data
- Mengelompokkan
data berdasarkan tema utama, seperti identifikasi objek, proses
penetapan, dan tantangan pelestarian.
- Interpretasi
Data
- Memberikan
makna pada data yang telah dikelompokkan, seperti menjelaskan hubungan
antara kebijakan pemerintah dan keberhasilan pelestarian budaya.
- Penyajian
Data
- Data
disajikan dalam bentuk narasi deskriptif dengan mendukungnya melalui
tabel, gambar, atau grafik jika diperlukan.
3.6 Validitas Data
Untuk memastikan keakuratan dan kredibilitas data,
penelitian ini menerapkan:
- Triangulasi
Sumber
- Membandingkan
informasi dari berbagai sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumen
resmi.
- Uji
Kredibilitas
- Melibatkan
ahli budaya lokal untuk mengonfirmasi temuan penelitian.
- Uji
Transferabilitas
- Mengkaji
sejauh mana hasil penelitian dapat diaplikasikan pada konteks serupa di
wilayah lain.
3.7 Kerangka Operasional Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk menjawab tujuan utama
melalui:
- Identifikasi
Objek Budaya: Menyusun daftar objek budaya di Kabupaten Wajo
berdasarkan kriteria cagar budaya.
- Proses
Penetapan: Menganalisis tahapan dan kebijakan dalam menetapkan cagar
budaya.
- Tantangan
dan Strategi: Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dan merumuskan
solusi untuk pelestarian budaya.
BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Objek Cagar Budaya di Kabupaten Wajo
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Wajo memiliki
potensi besar untuk menetapkan berbagai objek budaya sebagai cagar budaya.
Beberapa objek yang telah teridentifikasi meliputi:
- Makam
La Maddukkelleng: Tempat bersejarah ini memiliki nilai sejarah tinggi
karena terkait dengan tokoh pahlawan Bugis yang dikenal sebagai pejuang
kemerdekaan dan pemimpin rakyat Wajo.
- Rumah
Adat Bugis (Saoraja): Rumah tradisional khas Bugis di beberapa desa di
Kabupaten Wajo masih dipertahankan oleh masyarakat lokal.
- Sentra
Tenun Sutra Sengkang: Sebagai warisan tradisional, tenun sutra Wajo
merupakan identitas budaya lokal yang sangat kuat.
Dari hasil observasi, banyak objek budaya yang belum
mendapatkan perhatian maksimal, baik dari sisi pemeliharaan fisik maupun
pengembangan sebagai destinasi wisata sejarah.
4.2 Analisis Proses Penetapan Cagar Budaya
Berdasarkan wawancara dengan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, proses penetapan cagar budaya menghadapi beberapa tahapan penting:
- Inventarisasi
Objek Budaya: Langkah awal ini mencakup pengumpulan data objek yang
dianggap memenuhi kriteria cagar budaya berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya.
- Verifikasi
oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB): Setiap objek diverifikasi
kelayakannya berdasarkan aspek sejarah, budaya, dan fisik.
- Pengusulan
ke Pemerintah Pusat: Proses ini memerlukan dukungan dokumen yang
lengkap serta persetujuan dari pemangku kepentingan lokal.
Namun, tahapan ini sering kali terkendala oleh kurangnya
anggaran dan minimnya sumber daya manusia yang kompeten.
4.3 Tantangan dalam Pelestarian Cagar Budaya
- Kurangnya
Pemahaman Masyarakat: Masih ada masyarakat yang belum menyadari
pentingnya pelestarian objek budaya. Hal ini menyebabkan sebagian situs
budaya tidak terawat atau bahkan berpotensi hilang.
- Minimnya
Dukungan Anggaran: Pelestarian cagar budaya memerlukan biaya besar,
mulai dari restorasi hingga promosi sebagai destinasi wisata.
- Belum
Optimalnya Kebijakan Lokal: Peraturan daerah tentang pelestarian
budaya belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik.
4.4 Strategi Pengembangan dan Pelestarian
- Edukasi
Masyarakat: Diperlukan program sosialisasi tentang pentingnya
pelestarian budaya melalui pendidikan dan pelatihan masyarakat.
- Penguatan
Kebijakan Lokal: Pemerintah daerah perlu memperkuat regulasi dan
memberikan insentif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelestarian
budaya.
- Kolaborasi
dengan Pihak Swasta: Kerja sama dengan sektor swasta untuk pengelolaan
objek cagar budaya sebagai destinasi wisata dapat meningkatkan
keberlanjutan pelestarian.
- Digitalisasi
Cagar Budaya: Dokumentasi digital objek budaya dapat membantu
mempromosikan warisan budaya Wajo di tingkat nasional maupun
internasional.
4.5 Pembahasan
Berdasarkan temuan penelitian, pelestarian cagar budaya di
Kabupaten Wajo memerlukan kolaborasi yang kuat antara masyarakat, pemerintah,
dan sektor swasta. Selain itu, pendekatan berbasis budaya lokal (local wisdom)
juga harus dijadikan landasan utama dalam setiap kebijakan terkait pelestarian
budaya. Strategi pelestarian yang berhasil akan memberikan manfaat jangka
panjang, baik secara sosial, budaya, maupun ekonomi bagi Kabupaten Wajo.
BAB 5: PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa Kabupaten Wajo memiliki potensi besar dalam pengembangan
objek cagar budaya. Beberapa poin penting yang dapat dirangkum adalah:
- Keberadaan
Objek Cagar Budaya: Objek-objek seperti Makam La Maddukkelleng, rumah
adat Saoraja, dan Sentra Tenun Sutra merupakan bagian dari kekayaan budaya
yang memiliki nilai sejarah dan sosial tinggi.
- Tantangan
Pelestarian: Minimnya pemahaman masyarakat, keterbatasan anggaran, dan
kurang optimalnya kebijakan lokal menjadi kendala utama dalam melestarikan
cagar budaya.
- Strategi
Pengembangan: Edukasi masyarakat, penguatan regulasi, kolaborasi
dengan pihak swasta, dan digitalisasi objek budaya menjadi langkah
strategis untuk mendukung pelestarian budaya di Kabupaten Wajo.
Melalui upaya yang terintegrasi, pelestarian cagar budaya
ini diharapkan tidak hanya melindungi warisan budaya tetapi juga meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
5.2 Saran
- Bagi
Pemerintah Daerah:
- Mengalokasikan
anggaran khusus untuk pelestarian cagar budaya.
- Mengembangkan
regulasi yang lebih tegas terkait perlindungan dan promosi objek cagar
budaya.
- Bagi
Masyarakat:
- Aktif
berpartisipasi dalam menjaga dan mempromosikan objek budaya.
- Mengintegrasikan
nilai-nilai budaya lokal ke dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada
generasi muda.
- Bagi
Peneliti Selanjutnya:
- Melakukan
kajian lebih mendalam terkait pengaruh ekonomi dari pelestarian cagar
budaya.
- Mengembangkan
metode promosi yang inovatif untuk meningkatkan daya tarik wisata budaya
di Wajo.
Bab penutup ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam upaya melestarikan dan
mengembangkan cagar budaya di Kabupaten Wajo. Langkah-langkah strategis yang
telah disusun diharapkan dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan yang
berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Budiyanto, S. (2019). Pemajuan Kebudayaan di Indonesia:
Tantangan dan Solusi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Gito, A., & Arofah, N. (2021). Strategi Pelestarian
Cagar Budaya di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lestari, I. (2020). "Pengelolaan Objek Budaya dalam
Konteks Pariwisata Berkelanjutan." Jurnal Pariwisata dan Budaya, 6(2),
105-115.
Mirahayuni, N. K. (2018). Abstraksi dalam Bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris. Jurnal Linguistik Universitas Airlangga.
Sari, D. (2021). "Peran Masyarakat dalam Pelestarian
Budaya Lokal di Kabupaten Wajo." Jurnal Budaya Indonesia, 3(1), 35-42.
Pemerintah Kabupaten Wajo. (2022). Rencana Induk Pembangunan
Kebudayaan di Kabupaten Wajo 2022-2025. Sengkang: Dinas Kebudayaan Kabupaten
Wajo.
Suharto, A. (2017). "Digitalisasi Sebagai Strategi
Pelestarian Cagar Budaya." Jurnal Teknologi dan Budaya, 12(3), 210-219.
UNESCO. (2003). Konvensi untuk Perlindungan dan Pemajuan
Warisan Budaya Takbenda. Paris: United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar